PADANG – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Hendra Irwan Rahim memberikan peringatan keras kepada perusahaan perkebunan, agar tidak merugikan masyarakat. Persoalan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat adalah masalah sengketa lahan karena tidak duduknya kesepakatan dalam pemanfaatan tanah ulayat.
Hal itu ditegaskan Hendra Irwan Rahim terkait adanya laporan terjadinya sengketa antara pihak perusahaan perkebunan dengan masyarakat apemilik tanah ulayat di beberapa daerah di Sumatera Barat. Salah satunya adalah pengaduan masyarakat Jorong Kartini, Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat terkait permasalahan lahan dengan PT Agrowitama.
“Persoalan antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan terutama adalah masalah lahan. Dalam hal ini, saya ingatkan agar perusahaan jangan sampai merugikan masyarakat,” tegasnya.
Dia menyebutkan, masyarakat Jorong Kartini, Gunung Tuleh mengadu karena merasa dirugikan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut. Berawal dari rencana pengajuan Hak Guna Usaha (HGU) yang diajukan oleh perusahaan itu.
“Sementara dari pengaduan masyarakat, ada hak mereka dalam bentuk perkebunan plasma yang belum diberikan selama hampir 20 tahun, sejak perusahaan itu beroperasi,” terang Hendra.
Hendra menegaskan, permasalahan sengketa lahan antara masyarakat dengan pihak perusahaan harus diselesaikan dan dicarikan solusi. Pemerintah setempat juga harus pro aktif menjembatani permasalahan agar tidak merugikan antara ke dua belah pihak.
Dia juga menyebutkan, DPRD akan memanggil pihak PT Agrowitama untuk meminta penjelasan sehingga jelas duduk perkaranya. Selain pihak perusahaan, DPRD Sumatera Barat juga berencana akan memanggil Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat.
“Kita baru menerima pengaduan dari masyarakat, nanti DPRD juga akan memanggil pihak perusahaan untuk meminta penjelasan juga. Termasuk Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat sehingga jelas duduk perkaranya serta bisa dicarikan solusinya,” lanjutnya.
Perwakilan masyarakat Jorong Kartini, Gunung Tuleh, Handro Donal menerangkan, keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit di tanah ulayat masyarakat berawal sejak tahun 1991. Awalnya, perusahaan yang mengelola tanah masyarakat adalah PT Mutiara Agam.
“Namun beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 1998 beralih kepada PT Agrowitama tanpa sepengetahuan masyarakat. Sementara, perjanjian antara ninik mamak dengan PT Mutiara Agam sebelumnya disepakati perkebunan plasma seluas 10 persen dari perkebunan inti,” katanya.
Dia melanjutkan, setelah pengelolaan berpindah tangan, hampir 20 tahun pihak perusahaan tidak kunjung memberikan hak sesuai dengan yang dijanjikan, bahkan, perusahaan malah mengajukan HGU.
“Kalau sampai permohonan HGU ini dikabulkan pemerintah, jelas merampas hak masyarakat,” ujarnya.
Karena persoalan tersebut, akhirnya masyarakat Jorong Kartini mengadu ke DPRD Provinsi Sumatera Barat agar HGU PT Agrowitama tidak dikabulkan pemerintah. Masyarakat meminta DPRD dan pemerintah provinsi tidak mengeluarkan HGU PT Agrowitama di lahan tersebut. (fdc)
Komentar