PAINAN- Walinagari tidak dibenarkan melakukan pungutan biaya pembuatan sertifikat tanah Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) diluar aturan. Jika terindikasi, akan berujung ke ranah hukum.
Bupati Pesisir Selatan Hendra Joni menegaskan hal itu, Selasa (31/1). Dia menyatakan, tidak akan segan-segan menyeret Walinagari yang terindikasi memungut diluar ketentuan ke ranah hukum tindak pidana korupsi (tipikor). Walinagari harus mengerti aturan dalam melaksanakan pelayanan yang diterapkan pada masyarakat di daerahnya. Sebab, semua sudah ada mekanisme dan aturan yang mengikat.
“Jadi jangan ada yang tidak tahu karena bisa berujung ke pengadilan. Jangan sampai ada walinagari yang terjerat kasus ini,” tegas Hendrajoni kepada padangmedia.com Selasa (31/1).
Dia juga mengimbau masyarakat untuk ikut andil dalam mengawasi hal tersebut. Jika ada yang merasa dirugikan dalam pelayanan di setiap pemerintah nagari, segera laporkan ke pihak terkait.
“Masyarakat juga langsung bisa mengirimkan surat terbuka kepada saya. Nanti akan saya periksa bersama Inspektorat,” tegasnya.
Sementara itu, di tahun 2016 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pesisir Selatan mendapatkan pengadaan PRONA sebanyak 1650 persil sertifikat tanah.
Kepala BPN Pessel, Dedy Pahlefi menyatakan, untuk biaya sertifikat PRONA tidak dibebankan kepada masyarakat.
“Untuk sertifikat PRONA ke BPN tidak ada biaya. Namun, untuk persyaratannya itu baru ada, karena terkait tanah ulayat. Jadi banyak hal yang mesti diselesaikan oleh pemohon terlebih dahulu,” jelasnya.
Lanjutnya, untuk tahun 2016 telah realisasi 1650 persil tersebut menelan anggaran sebesar Rp742 juta, dengan rincian anggaran Rp450 ribu per bidang.(fahmi/f)