
PADANG – Wakil Ketua DPRD Kota Padang Wahyu Iramana Putra menyorot tunggakan royalti PT Cahaya Sumbar Raya (PT CSR) sebagai pengelola Sentral Pasar Raya (SPR). Menurutnya, tunggakan tersebut telah bertahun-tahun dan merugikan keuangan daerah.
Ia minta Pemko Padang harus segera menagih hutang PT Cahaya Sumbar Raya (PT CSR) berupa royalti atau kontribusi tersebut yang sudah ada kesepakatannya dalam perjanjian kerja sama. Pemko, katanya, harus segera mengingatkan karena sudah mau memasuki akhir tahun.
“PT Cahaya Sumbar Raya harus membayar royalti sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian kerja sama antara Pemko Padang dengan PT CSR kepada Pemko Padang. Kewajiban itu harus dilaksanakan. Jika tidak, hentikan saja SPR itu kalau tidak ada itikad baiknya,” tegas Wahyu, Rabu (25/10).
Dikatakan Wahyu, tunggakan SPR tersebut telah menjadi temuan BPK RI hingga bertahun –tahun. Ia minta Pemko melalui Dinas Perdagangan harus tegas untuk menagih royalti dari PT Cahaya Sumbar Raya (CSR) itu. Jika tidak dilakukan Pemko Padang, maka itu akan menjadi kerugian besar untuk Kota Padang.
Ada royalti dari sekitar 240 petak toko yang seharusnya diterima Pemko Padang, tapi sampai kini tidak jelas. Menurut Wahyu, apa yang dilakukan oleh SPR seperti melecehkan dan tidak menghargai kewibawaan Pemko Padang. Jika tidak ada kejelasannya, Wahyu menegaskan agar kontrak dengan SPR diputuskan saja.
“Apalagi saat ini pihak PT CSR dalam pengurusan IMB untuk menambah bangunan SPR tersebut. Jika dalam hal ini tidak ada ketegasan, maka saya bisa mengatakan bahwa Kota Padang ini akan dijual oleh investor. Sementara apa yang didapat oleh Pemko sendiri?” kata politisi Golkar itu mempertanyakan.
Pemko Padang, katanya, harus menagih tunggakan royalti yang belum dibayarkan tersebut bagaimanapun caranya. Jika tidak ada itikad baik membayar, Pemko Padang berhak memperkarakan perusahaan tersebut, ungkapnya.
Sementara, Kepala Dinas Perdagangan Kota Padang, Endrizal mengatakan, dari pihak PT CSR setiap tahunnya harus membayarkan sebesar USD77,178 atau kurang lebih sekitar Rp1 miliar setahun. Sebagaimana disepakati dalam perjanjian kerja sama yang pembayarannya paling lambat tiap tanggal 5 Desember setiap tahunnya.
Menurut Endrizal, pihak SPR sudah ada melakukan pembayaran atau telah melakukan pengangsuran hutangnya. Kemudian terkait pembangunan tahap II bangunan SPR, saat ini memang sedang mengurus IMB nya. Ia juga mengatakan, dengan dibangunnya bangunan tahap II itu nantinya akan lebih menguntungkan pemko karena disana sekaligus akan dibangun fasilitas umum berpupa terminal angkutan. Terminal yang akan dibangun di kawasan SPR itu untuk trayek arah utara dan akan mengakomodir pedagang – pedagang yang ada di sana. (baim)