JAKARTA- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menerbitkan peraturan dalam memperkuat upaya perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Selain mengatur penerapan perlindingan konsumen, peraturan tersebut juga memperjelas kewajiban prinsip keterbukaan dan transparansi informasi produk dan layanan serta peningkatan perlindungan data dan informasi konsumen.
Melalui siaran pers yang diterima Rabu (18/5/2022), Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menjelaskan, ketentuan baru tersebut adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Menurutnya, POJK baru tersebut memperbarui POJK Nomor 1/POJK.07/2013.
“POJK ini semakin memperkuat pengaturan terhadap perlindungan konsumen dan kewajiban pelaku usaha jasa keuangan sebagai respon terhadap dinamika perubahan di sektor tersebut,” kata Tirta.
Dia menerangkan, penguatan perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan sangat diperlukan untuk menyesuaikan perkembangan inovasi dan teknologi yang cepat dan dinamis. Selain itu juga sebagai upaya perbaikan implementasi perlindungan konsumen oleh pelaku usaha jasa keuangan.
“Harapan kami, POJK baru ini dapat menjawab kebutuhan hal tersebut agar sektor jasa keuangan dapat tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,” tambah Tirta.
Dia melanjutkan, penyusunan POJK itu juga telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendapatkan masukan atau saran. Antara lain pelaku usaha jasa keuangan dari sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank, akademisi, ahli hukum, asosiasi dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS) hingga lembaga swadaya masyarakat.
Dia menguraikan beberapa substansi penyempurnaan untuk memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat yang tercakup dalam POJK Nomor 6/POJK.07/2022. Pertama mencakup lain pendekatan pengaturan pada siklus hidup produk dan atau layanan (product life cycle) yang semakin mengoptimalkan upaya perlindungan konsumen dan masyarakat sejak desain produk dan atau layanan hingga penanganan dan penyelesaian sengketa.
Selanjutnya penguatan prinsip perlindungan konsumen dan masyarakat. Seperti mewajibkan PUJK melaksanakan “edukasi yang memadai” sehingga meningkatkan kemampuan konsumen dan masyarakat dalam memilih produk dan layanan sektor jasa keuangan.
Berikutnya, penguatan penerapan prinsip keterbukaan dan transparansi informasi melalui pengaturan bentuk, tata cara dan pengecualian penyampaian ringkasan informasi produk dan layanan. Kemudian penguatan dukungan terhadap konsumen dan atau masyarakat disabilitas dan lanjut usia, serta peningkatan perlindungan data dan informasi konsumen.
POJK tersebut juga mengatur kewajiban untuk memberikan waktu yang cukup bagi konsumen untuk memahami perjanjian sebelum ditandatangani atau masa jeda setelah penandatanganan perjanjian terhadap produk dan layanan yang memiliki jangka waktu yang panjang dan atau bersifat kompleks. Juga kewajiban merekam apabila penawaran produk dan atau layanan dilakukan melalui sarana komunikasi pribadi dengan suara dan atau video.
Selanjutnya, POJK 6/2022 itu juga mencakup penegasan kewenangan OJK dalam melakukan perlindungan konsumen. Termasuk pengawasan market conduct sebagai wujud implementasi pasal 28 sampai dengan 30 Undang-Undang OJK. Kewajiban pembentukan unit atau fungsi perlindungan konsumen dan masyarakat, serta terakhir kewajiban penyampaian laporan penilaian sendiri oleh PUJK kepada OJK terkait pemenuhan ketentuan perlindungan konsumen.
“Dengan diterbitkannya POJK Nomor 6/POJK.07/2022 ini, maka POJK Nomor 1/POJK.07/2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” tandas Tirta. (*/Febry)
Komentar