oleh : dokter Chandra
Terdengar sirine ambulance yang mengusik ketenangan malam minggu di Tuapeijat. Tahu-tahunya, ada dua pasien ibu hamil (bumil) yang dirujuk menuju RSUD Mentawai. Salah satu pasien mengalami kesakitan pada bagian perutnya, ketika dilakukan pemeriksaan tidak ada lagi denyut jantung janinnya.
Kenapa kita kehilangan lagi nyawa seorang janin dalam kandungan? Kasus kematian janin seperti ini bukanlah yang pertama, malah bisa dikatakan sudah cukup sering terjadi di Mentawai. Kalau pasien dirujuk ketika janin sudah tidak bernyawa, apa yang mesti diperbuat dan dilakukan untuk memperbaiki keadaan.
Kejadian berulang seperti itu sangat disayangkan, karena masyarakat Mentawai masih banyak yang menyerahkan kehamilannya pada proses seleksi alam dan tidak merasa perlu memeriksakan perkembangan kehamilan. Bahkan, ada ibu hamil yang melakukan pijat di bagian perutnya dengan alasan memperbaiki posisi rahim, sehingga susah membuat keputusan untuk dilakukan rujukan ke dokter atau ke rumah sakit.
Padahal, fasilitas untuk pemantau kehamilan di RSUD Mentawai sudah cukup lengkap, mulai dari tenaga kesehatan, Dokter, Dokter Spesialis kebidanan dan kandungan hingga alat kesehatan modren seperti Doppler, USG dan CTG sudah tersedia, namun masyarakt masih enggan untuk datang memeriksa kehamilannya.
Minimnya kesadaran ibu hamil di Mentawai untuk melakukan pemeriksaan di rumah sakit terdekat menyebabkan tingginya kematian janin di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebagai salah satu indikator rendahnya kualitas kesehatan ibu hamil.
Pendidikan menegenai pengetahuan kehamilan yang aman masih sangat diperlukan oleh masyarakat Bumi Sikerei. Semua adalah tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat yang berada di wilayah Mentawai. Bukan hanya tanggung jawab dokter ddan petugas kesehatan saja, tapi juga seluruh masyarakat untuk memperbaiki kondisi yang sering terjadi.
Tidak lama kemudian, pada hari Minggu siangnya, melalui pesan singkat dapat lagi kabar dari salah seorang bidan yang akan mengkonsultasikan pasiennya, bahwa ada seorang wanita hamil pertama sudah cukup bulan untuk melahirkan, akan tetapi bayinya dalam kandungan sudah tidak bergerak. Saya hanya bisa menjawab dengan mengucapkan ‘Innalillahi wa innaillaihi roji’un’ sambil bertanya pada diri sendiri kenapa kematian itu datang berturut-turut terjadi?
Setelah mendapatkan kabar tersebut, saya langsung mengintruksikan untuk dilakukan stabilisasi dan rujukan segera. Setelah pasien sampai di RSUD Mentawai dan dilakukan pemeriksaan, hasil pemeriksaan tersebut janin yang dikandung seorang ibu hamil ternyata sudah meninggal.
Sebelumnya, pasien sudah dimotivasi untuk dilakukan rujukan tapi ditolak hingga bidan meminta bantuan tokoh masyarakat untuk memotivasi untuk dilakukan rujukan. Sayangnya, janin dalam kandungan sudah meninggal. Petugas hanya berusaha untuk menyelamatkan ibunya yang dalam kondisi tidak baik.
Belum hilang rasa sedih dan kecewa yang dirasakan, datang lagi sebuah pesan singkat melaporkan ada wanita hamil muda mengalami pendarahan hendak dibawa ke puskesmas. Ibu hamil tersebut akhirnya meninggal dunia setelah mengalami pendarahan selama empat hari dan dirawat oleh dukun. Setelah kondisinya sudah sekarat baru dibawa ke puskesmas untuk dirujuk.
Akhirnya, saya hanya mempasrahkan keadaan, rasa jenuh menghampiri, sedih, jengkel, kecewa bercampur marah, prihatin yang dirasakan atas semua kejadian yang menimpa ibu hamil dan janin dalam waktu mendadak mengalami kematian beruntun. Akan tetapi, inilah tantangan tugas berada di Kepulauan Mentawai.
Di balik kejadian ini, sampai kapan masyarakat Mentawai akan terus mengalami kematian ibu hamil dan janin? Dan sampai kapan air mata masyarakat Bumi Sikerei berhenti bercucuran akibat kematian salah seorang anggota keluarganya? Apakah masyarakat Mentawai mau bersama berusaha memiliki kehidupan yang lebih baik dan memiliki generasi penerus yang berkualitas dengan melahirkan janin dengan selamat.
Wahai masyarakat Bumi Sikerei, bagunlah, sadarlah! Kita semua harus berubah. Jangan biarkan kematian itu melenyapkan masyarakat dan generasi bangsa yang akan datang. Memang kematian itu suatu takdir, akan tetapi takdir itu akan berubah jika mau berusaha mengubahnya. (Penulis adalah dokter kandungan bertugas di Kep Mentawai)
Komentar