Tim IMF Menilai, Kinerja Perekonomian Indonesia Baik

JAKARTA – Tim Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menilai, kinerja perekonomian Indonesia tahun 2016 tetap dalam kondisi baik, didukung oleh bauran kebijakan makroekonomi dan reformasi struktural yang sehat. Bank Indonesia menyambut baik hasil penilaian awal Tim IMF tersebut.

Melalui siaran pers Bank Indonesia, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Tirta Segara menyampaikan hasil penilaian awal tersebut dimuat dalam laporan hasil asesmen konsultasi tahunan IMF (Article IV Consultation).

“Secara garis besar, Tim IMF menyampaikan bahwa kinerja perekonomian Indonesia tetap dalam kondisi baik, didukung oleh bauran kebijakan makroekonomi dan reformasi struktural yang sehat,” terang Tirta, Senin (28/11).

Dia menambahkan, IMF menilai, otoritas mampu mengelola perekonomian dengan baik di tengah dinamika perubahan kondisi perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi tetap kuat, inflasi telah menurun signifikan dan defisit transaksi berjalan tetap terjaga. Semua pencapaian ini mendukung outlook perekonomian yang positif.

Tim IMF yang dipimpin oleh Luis E. Breuer telah mengunjungi Indonesia pada tanggal 7 hingga 18 November 2016. Article IV Consultation IMF merupakan bagian dari aktivitas monitoring (surveillance) IMF yang dilakukan satu kali dalam setiap tahun terhadap setiap negara anggota. Tim bertukar pandangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia, dan lembaga publik lainnya, serta perwakilan dari sektor swasta, akademisi, dan mahasiswa tentang perkembangan ekonomi dan pasar keuangan terkini dan prospek jangka pendek-menengah.

Selanjutnya, Tim IMF menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi 2016 diperkirakan sebesar 5,0 persen terutama didorong konsumsi swasta yang kuat. Di tahun 2017 pertumbuhan diperkirakan sebesar 5,1 persen, didorong oleh konsumsi swasta serta investasi swasta yang perlahan membaik sebagai respons atas membaiknya harga komoditas dan tingkat suku bunga yang lebih rendah.

Inflasi diperkirakan meningkat dari 3,3 persen pada 2016 menjadi sedikit di atas nilai tengah kisaran target 3-5 persen pada akhir 2017, terutama sebagai dampak alokasi subsidi listrik yang lebih baik. Defisit transaksi berjalan diperkirakan meningkat dari 2 persen dari PDB pada tahun 2016 menjadi 2,3 persen dari PDB pada tahun yang akan datang karena peningkatan investasi dan impor.

Risiko yang dihadapi utamanya muncul dari eksternal, yang bersumber dari ketidakpastian mengenai kebijakan pemerintah baru Amerika Serikat, kondisi keuangan global yang lebih ketat, pertumbuhan Tiongkok yang lebih lemah dibanding perkiraan, pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di Amerika Serikat, dan kembali menurunnya harga komoditas. Risiko domestik meliputi bantalan fiskal (fiscal buffer) yang lebih rendah, yang mencerminkan penurunan penerimaan pajak atau tingginya tingkat bunga di tengah kondisi keuangan global yang lebih ketat.

Strategi fiskal Pemerintah, dengan memperluas basis pendapatan dan meningkatkan pengeluaran yang mampu mendukung pertumbuhan dengan tetap memelihara defisit agar berada dalam fiscal rule sebesar 3 persen PDB, dianggap akan mendukung stabilitas dan pertumbuhan yang inklusif dalam jangka menengah. Otoritas fiskal juga telah memulai konsolidasi fiskal secara bertahap. Revisi anggaran 2016 yang telah disetujui DPR pada Agustus yang lalu telah mencakup proyeksi pendapatan dan juga pengeluaran yang lebih sehat dengan tetap menjamin prioritas pengeluaran Pemerintah. Namun demikian, lemahnya pendapatan pajak dapat tetap menjadi kendala bagi Pemerintah.

Dalam anggaran 2017, bantalan fiskal kembali dipupuk, yang tercermin dari target defisit yang lebih rendah (2,4 persen dari PDB). Tim IMF menyambut baik rencana untuk memperluas basis pajak, memperbaiki sasaran subsidi, meningkatkan transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dan memastikan pembiayaan untuk investasi publik dan program sosial. Otoritas fiskal berencana untuk merevisi ketentuan perpajakan pada tahun 2017.

Peninjauan atas pembiayaan sektor pertanian, kesehatan, dan pendidikan yang sedang berlangsung diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pengeluaran. Implementasi dari beberapa hal tersebut akan memperkuat kerangka fiskal pada jangka menengah dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan infrastruktur yang lebih baik. (feb/*)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *