Terkendali, Inflasi Sumbar November 2018 Lebih Rendah

PADANG – Perkembangan inflasi Sumatera Barat pada November 2018 terkendali. Laju inflasi bulanan Sumatera Barat pada November 2018 terpantau sebesar 0,27 persen (month to month/ mtm), atau lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2018 yang sebesar 0,81 persen (mtm).

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat Endy Dwi Tjahjono selaku Wakil Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi melalui siaran pers, Selasa (4/12) menyebut, secara spasial, kedua kota sampling inflasi di Sumatera Barat yakni Kota Padang dan Kota Bukittinggi mengalami inflasi pada November 2018 dengan besaran masing-masing 0,19 persen (mtm) dan 0,83 persen (mtm).

“Perkembangan inflasi pada November 2018 terkendali dengan laju inflasi lebih rendah dibanding bulan sebelumnya,” kata Endy. 

Dia menambahkan, realisasi inflasi Sumatera Barat pada November 2018 sama dengan inflasi nasional yang sebesar 0,27 persen (mtm). Namun sedikit di atas rata-rata inflasi kawasan Sumatera yang sebesar 0,11 persen (mtm). Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat tercatat sebesar 3,10 persen (year on year/ yoy), atau lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 3,23 persen (yoy).

Sementara itu, perkembangan harga Sumatera Barat secara kumulatif Januari – November 2018 mencatat inflasi sebesar 2,41 persen (year to date/ ytd), atau sedikit di bawah capaian nasional yang sebesar 2,50 persen (ytd). Capaian inflasi bulanan tersebut menempatkan Sumatera Barat sebagai provinsi dengan laju inflasi tertinggi ke-4 dari 8 provinsi yang mengalami inflasi di Kawasan Sumatera.

“Sedangkan secara nasional, Sumatera Barat berada pada peringkat inflasi tertinggi ke-19 dari 28 provinsi,” ujarnya.

Tekanan inflasi Sumatera Barat pada November 2018 terutama didorong oleh meningkatnya harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Kenaikan harga beras dan bawang merah mendorong inflasi Sumatera Barat dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,14 persen (mtm) dan 0,07 persen (mtm).

Naiknya harga beras disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang kondusif sehinggamenghambat proses produksi dan penjemuran gabah. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Sumatera Barat, kenaikan harga beras terjadi hampir di semua varietas, dengan kenaikan tertinggi berasal dari jenis IR 42 C Solok dan Cisokan Solok. Sementara itu,kenaikan harga bawang merah karena terbatasnya pasokan khususnya bawang Jawa dan bawang peking.

Dari kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, sumbangan inflasi terutama berasal dari kenaikan harga bensin, sewa rumah, dan semen dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,03 persen (mtm), 0,02 persen (mtm), dan 0,01 persen (mtm). Kenaikan harga bensin terjadi karena imbas penyesuaian harga BBM non subsidi yang ditetapkan sejak tanggal 10 Oktober 2018. Secara lebih rinci, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamax Dex merupakan jenis dari komoditas bahan bakar non subisidi yang mengalami kenaikan harga di Wilayah Sumatera Barat.

Sementara itu, harga sewa rumah mengalami kenaikan akibat imbas dari kenaikan harga bahan bangunan (seperti semen dan cat tembok). Di sisi lain, inflasi lebih lanjuttertahan seiring dengan normalisasi tarif angkutan udara serta masih berlanjutnya deflasi sejumlah komoditas bahan pangan strategis seperti jengkol dan daging ayam ras. Selain itu, deflasi juga terjadi pada komoditas minyak goreng baik kemasan maupun curah karena melimpahnya produksi minyak sawit dan juga diskon jelang akhir tahun.

Menghadapi berbagai risiko yang ada, TPID di Sumatera Barat secara aktif melakukan berbagai upaya dalam pengendalian inflasi di daerah. Program pengendalian inflasi selama tahun 2018 terutama difokuskan pada stabilitas harga komoditas penyumbang inflasi (terutama beras, cabai merah, bawang merah, telur ayam, dan daging ayam ras). Selain itu, TPID Sumatera Barat juga secara konsisten dan berkelanjutan melakukan penguatan sinergi dan koordinasi antara TPID Provinsi dengan TPID Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat.

Inovasi lain yang digagas oleh TPID Sumatera Barat dalam pengendalian inflasi daerah adalah kesepakatan kerja sama perdagangan antar daerah . Inovasi itu dilakukan melalui penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Gubernur Sumatera Barat) dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Sumatera Barat (19 Kepala Daerah Kab/Kota se-Sumatera Barat) pada tanggal 12 November 2018.

“Kesepakatan bersama tersebut merupakan gerbang untuk membuka kerja sama daerah terkait perdagangan komoditas barang kebutuhan pokok antar kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat,” ujarnya.

Melalui kesepakatan kerja sama tersebut diharapkan dapat menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok masyarakat Sumatera Barat secara umumnya. Kemudian, diharapkan juga dapat mendistribusikan barang kebutuhan pokok dari daerah yang surplus ke daerah yang defisit secara merata lebih dulu sebelum diperdagangkan ke luar provinsi. (fdc/*)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *