BUKITTINGGI – Selangkah lebih maju dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah bisa melaksanakan fungsi penyidikan dalam menangani persoalan hukum yang berkaitan dengan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK). Saat ini, personil kepolisian sudah ditempatkan di OJK untuk melaksanakan fungsi tersebut.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala OJK Perwakilan Sumatera Barat Bob Hastian, Sabtu (19/9) mengungkapkan hal itu kepada wartawan dalam kegiatan “media gathering” di Bukittinggi. Menurutnya, di OJK pusat, dikomandoi oleh perwira tinggi polri berbintang dua.
“Dari tiga tupoksi OJK, semua sudah bisa dlaksanakan. Yang baru adalah penyidikan. Di OJK saat ini sudah ditempatkan personil Polri dikomandoi jenderal bintang dua,” katanya.
Dia menerangkan, dengan demikian, keberadaan OJK dalam melakukan pengawasan terhadap PUJK akan semakin efektif dan maksimal. OJK bisa langsung melakukan penyidikan terhadap persoalan hukum yang berkaitan.
Selain fungsi penyidikan, OJK memiliki tupoksi sebagai lembaga pengawas terhadap PUJK seperti perbankan, lembaga penjamin pembiayaan dan pasar modal. Kemudian OJK juga memiliki fungsi edukasi dan perlindungan konsumen yang dimaksudkan sebagai pengawalan dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat nasabah dari PUJK.
Meski berfungsi untuk perlindungan konsumen, tidak semua persoalan antara nasabah dan PUJK bisa ditangani dan OJK tidak serta merta menjadi pembela bagi masyarakat nasabah. Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen (PEK) OJK Sumatera Barat Kristi Meli menjelaskan, ada kriteria dan tahapan yang harus terpenuhi untuk bisa dimediasi oleh OJK ketika muncul persoalan antara nasabah dan lembaga jasa keuangan.
“Hanya yang memenuhi aturan dan layak untuk diselesaikan oleh OJK yang bisa ditangani. Seperti munculnya persoalan nasabah dirugikan karena kesalahan dari pihak bank. Tetapi ketika kerugian itu muncul karena kesalahan dari pribadi nasabah, itu tidak bisa ditangani sebab sebelum berurusan, kedua belah pihak (PUJK dan nasabah) sudah menyepakati sebuah perjanjian yang memuat hak dan kewajiban,” ujarnya.
Untuk itu, menurutnya, masyarakat harus mengetahui dan memahami usaha jasa keuangan sebelum melakukan kerjasama, baik dalam hal menyimpan dana ataupun untuk mendapatkan pinjaman atau jaminan pembiayaan. Sayangnya, Kristi mengungkapkan, berdasarkan survei literasi keuangan tahun 2013, tingkat literasi masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan masih rendah.
“Dari 8 ribu responden di 20 provinsi yang disurvei, secara umum tingkat literasi masyarakat baru 21,84 persen dan tingkat inklusi 59,74 persen,” ujarnya.
Survei tersebut dilakukan kepada masyarakat untuk mengetahui sejauhmana pemahaman masyarakat terhadap PUJK seperti perbankan, asuransi, leasing, pegadaian dan pasar modal. 59,74 persen masyarakat sudah berhubungan dengan PUJK namun baru 21,84 persen yang mengerti dengan empat tingkat literasi yaitu weel literate, suff literate, less literate dan not literate.
“Inilah pentingnya peran OJK dalam menggencarkan edukasi kepada masyarakat sehingga tidak lagi muncul persoalan yang bermuara ke ranah hukum atau masyarakat dirugikan oleh PUJK,” tandasnya.
Media gathering yang diadakan selama dua hari (Sabtu dan Minggu, 18 dan 19 September) tersebut dimaksudkan OJK sebagai salah satu upaya melancarkan kegiatan edukasi kepada masyarakat melalui media massa. Dengan berbagi informasi mengenai tupoksi yang diemban OJK kepada awak media, diharapkan dapat tersebar luas ke masyarakat melalui pemberitaan untuk mencapai tujuan dari edukasi tersebut. (feb)