Tak Ada Unsur Bundo Kanduang, Ranperda Nagari Masih Cacat

Komisi I DPRD Sumbar mendengarkan pendapat dari LKAAM< Bundo Kanduang dan akademisi terkait pembahasan Ranperda Nagari, Rabu (14/6). (febry)
Komisi I DPRD Sumbar mendengarkan pendapat dari LKAAM< Bundo Kanduang dan akademisi terkait pembahasan Ranperda Nagari, Rabu (14/6). (febry)

PADANG – Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Nagari yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat dinilai masih “cacat”. Kekurangan paling prinsip dalam rancangan tersebut adalah tidak masuknya unsur Bundo Kanduang.

“Ini masih cacat, karena dalam pasal-pasal pada rancangan aturan ini tidak memasukkan unsur Bundo Kanduang dalam perangkat adat,” kata Bundo Kanduang Sumatera Barat Puti Reno Raudah Thaib dalam rapat dengar pendapat dengan tim pembahas Ranperda Nagari DPRD Provinsi Sumatera Barat, Rabu (14/6).

Bundo Kanduang merupakan unsur kaum perempuan di Minangkabau. Seperti diketahui, Masyarakat Minangkabau menganut sistim keturunan dari garis ibu (matrilineal). Rapat dengar pendapat tersebut antara lain dihadiri oleh unsur Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), unsur alim ulama dan akademisi. Rapat ini adalah dalam rangka pendalaman terhadap Ranperda Nagari yang tengah dibahas oleh Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat sebagai tim pembahas.

Dia menegaskan, Bundo Kanduang tidak boleh diabaikan posisinya di dalam perangkat adat. Bundo Kanduang merupakan Mande Sako, pemegang kunci Rumah Gadang yang memiliki peran strategis dalam sistim adat Minangkabau.

“Kalau unsur Bundo Kanduang tidak masuk di dalam Perda Nagari, saya jamin akan kacau,” tegasnya.

Selain unsur tersebut yang menurutnya harus ada di dalam unsur perangkat adat dan tertuang di dalam Perda, dia melihat aturan lain di dalam pasal-pasal secara umum sudah baik. Pada dasarnya, apapun yang diatur di dalam Perda provinsi nantinya, pelaksanaannya akan kembali kepada prinsip Adat Salingka Nagari. Perda provinsi hanyalah sebagai perda payung.

Ranperda Nagari merupakan tindaklanjut dari pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dimana Sumatera Barat memilih menggunakan sistim Desa Adat sebagai pemerintahan terendah. Ranperda ini sudah dibahas sebelumnya oleh DPRD namun dikembalikan kepada pemerintah provinsi untuk disempurnakan sambil menunggu peraturan pemerintah lebih lanjut. (feb)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *