PADANG – Penamaan jalan dan daerah di Kota Padang selama ini sering dibahasa Indonesia-kan. Namun, dengan dialihbahasakan, nama-nama jalan tersebut malah lari dari makna sebenarnya. Semisal Gurun Laweh yang selama ini cenderung disebut menjadi Gurun Lawas. Padahal, arti dari Laweh dan Lawas itu jauh beda. Lawas dalam bahasa Indonesia berarti lama. Begitu juga Alang Laweh, Lubuak Bagaluang, dan lain-lain.
Dalam upaya penertiban administrasi nama jalan di Kota Padang serta pembuatan jalan baru, DPRD Padang pada 30 Oktober 2015 lalu telah menetapkan Perda Penamaan Jalan. Dengan ditetapkannya Perda ini, diharapkan nama-nama jalan di Kota Padang akan mudah diindentifikasi sesuai dengan pengelompokannya.
“Jadi, untuk penamaan jalan dan kawasannya harus menyesuaikan dengan Perda yang telah kita tetapkan,” kata anggota DPRD Padang, Faisal Nasir dari Fraksi PAN kepada padangmedia.com, Rabu (4/11).
Terkait penamaan jalan di Kota Padang yang disesuaikan dengan kearifan lokal, kata Faisal, memang disambut positif oleh masyarakat. Untuk itu, Pemko diminta segera melakukan sosialisasi dan mengimplementaikannya terhadap nama-nama jalan yang ada di Kota Padang.
“Dengan demikian, ke depan, Alang Laweh tetap Alang Laweh, bukan Alang Lawas. Begitu juga yang lainnya,” ungkap Faisal.
Sementara, pengamat pemerintahan Rusdi Lubis mengaku sangat setuju dengan kebijakan tersebut. Istilah lokal, katanya, lebih dikenang oleh masyarakat Kota Padang. Penggunaan nama sesuai bahasa asli daerah setempat akan
membantu pelestarian nilai kedaerahan.
“Untuk melestarian kearifan lokal, seharusnya memang begitu. Dimana nama- nama jalan, termasuk di kampung-kampung memakai bahasa asli,” jelas Rusdi Lubis, Rabu (4/11).
Ia mencontohkan penamaan jalan yang dipakai di daerah Sunda, Jawa Barat. Di sana, terdapat nama jalan Ciburun yang artinya sungai merah. Sampai hari ini, masyarakat tetap menyebutnya Ciburun tidak dibahasakan ke
dalam literatur Bahasa Indonesia sehingga tidak harus diganti dengan jalan Sungai Merah.
Rusdi menambahkan, dari segi pemaknaan yang lebih memiriskan lagi, sebagian besar nama jalan yang di-Indonesia-kan, membuat maknanya lari dari konsep awal.
”Seperti nama Jalan Alang Laweh yang ada di Kota Padang, tiba-tiba diganti dengan nama Alang Lawas. Ada pula Padang Laweh, menjadi Padang Lawas. Ini jelas menggeser makna asli yang diyakini masyarakat,” tegasnya.
Untuk itu, dia mengaku pengembalian nama jalan kepada kepada nama asli sesuai kearifan lokal sangat bagus diterapkan. Tinggal sekarang, bagaimana pemerintah mensosialisasikan kepada masyarakat. Kemudian pemerintah segera mengimplementasikannya.
“Apapun bentuk Perda, tentu disosialisasikan terlebih dahulu. Sosialisasi melalui media, poster atau lewat pengumuman di masjid dan pengajian dapat dilakukan. Sosialisasi tidak hanya lewat pertemuan semata. Diharapkan, Perda ini segera direalisasikan oleh Pemko Padang,” tuturnya. (baim)
Komentar