YOGYAKARTA–Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X menerima kunjungan Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati pada Jumat (2/4) di Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.
Kunjungan tersebut bertujuan untuk memberikan penghargaan dan terima kasih atas perhatian Pemerintah DIY dalam upaya meningkatkan resiliensi serta mengurangi risiko bencana di wilayahnya.
Melalui siaran pers BNPB yang diterima, Sabtu (3/4/2021), dalam kunjungan tersebut Raditya mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana merupakan perencanaan yang cukup Panjang selama 25 tahun.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dapat berkontribusi dan berkomitmen untuk merumuskan semangat pengurangan risiko bencana melalui turunan dokumen rencana penanggulangan bencana selama 5 tahunan.
“BNPB mempunyai target awal piloting program akan melakukan peningkatan resiliensi di daerah Pulau Jawa dan Bali. Sebab ke dua pulau tersebut memiliki jumlah penduduk dan risiko bencana yang cukup tinggi,” kata Raditya.
Komitmen pemimpin daerah untuk mengurangi dampak risiko bencana di Pulau Jawa dan Bali itu dapat mengurangi dampak risiko bencana yang cukup signifikan.
“Dengan banyaknya pengalaman dalam penanganan bencana di DIY dan komitmen gubernur, akan menjadi contoh yang baik bagi provinsi lainnya,” lanjut Raditya.
Dalam kesempatan itu, Raditya juga menyampaikan, DIY memiliki kekayaan cagar budaya. Perlu dilakukan pelestarian cagar budaya dan bangunan-bangunan bersejarah baik itu warisan budaya yang sifatnya tangible maupun intangible.
“Kita tahu kejadian gempa yang mempengaruhi bangunan bersejarah salah satunya adalah Taman Sari yang tadinya ada akses kanal dari keraton ke Taman Sari. Sekarang akses tersebut tertutup dan kiranya perlu revitalisasi, dan juga diperlukan adanya foto-foto tiga dimensi terhadap bangunan cagar budaya, agar ketika terjadi bencana yang merusak bangunan cagar budaya dapat direvitalisasi seperti sediakala,” tambahnya.
Ia menekankan pentingnya pengembangan wilayah pesisir berbasis mitigasi alami. Melalui penanaman pohon-pohon yang dapat mereduksi dampak dari ancaman tsunami dan abrasi pantai. Hal itu juga senada dengan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dimana pengembangan kawasan mangrove di pesisir pantai selatan DIY sudah dimulai di Kabupaten Kulon Progo.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X berharap pentingnya prosedur operasional standar dalam percepatan penanganan darurat bencana. Sejak fase golden period untuk melakukan upaya pencarian dan penyelamatan di awal kejadian, hingga bagaimana penggunaan anggaran darurat daerah.
“Sisi akuntabilitas ini yang kiranya perlu persamaan persepsi dari tingkat pusat sampai daerah kabupaten/ kota, sehingga kepala daerah menjadi percaya diri dalam menggunakan anggaran penanggulangan bencana,” kata Sri Sultan.
Dia memaparkan, gubernur sebagai pembina wilayah juga wajib menjadi penanggung jawab dalam respons bencana. Kepemimpinan itu yang akan menjadi kunci dalam suksesnya penanganan darurat.
Dia menegaskan, DIY akan berkomitmen mendukung upaya peningkatan resiliensi melalui kampanye kota tangguh. Selain itu peningkatan literasi bencana, sudah memiliki rencana untuk mengoptimalkan fungsi dari museum-museum yang ada di DIY.
“Antara lain Museum Gunung Merapi, Museum dan Laboratorium Pantai dan Gumuk Pasir, dan akan menginisiasi pembuatan museum kegempaan yang terletak di sekitar Candi Prambanan,” jelas Sri Sultan.
Dia mengatakan, pengalaman rehabilitasi dan rekonstruksi gempa Yogyakarta dan erupsi Merapi dapat dijadikan acuan dan pembelajaran bagi daerah lain. Bahwa kekuatan modalitas sosial dan gotong royong dapat mempercepat proses pemulihan kehidupan masyarakat secara efektif dan efisien. (Febry/*)