Soal Wacana Perubahan UUD NRI 1945, Alirman Sori Ingatkan Komponen Bangsa Tidak Terprovokasi

JAKARTA- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Alirman Sori mengingatkan seluruh komponen bangsa untuk tidak terprovokasi, terkait wacana perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).

“Riuhnya soal wacana perubahan UUD NRI Tahun 1945 kelima harus disikapi secara bijak, tidak boleh terpancing dengan berbagai wacana yang di-publish di ruang publik. Berwacana boleh-boleh saja tetapi harus rasional bukan karena kepentingan pribadi, kelompok dan elit,” tegas Alirman, Jumat (3/9/2021).

Senator asal Sumatera Barat itu menegaskan, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia. Merupakan anugerah terbesar untuk menjadi bangsa yang harus tumbuh sejajar dengan negara-negara lain. Harus menjadi negara yang berdaulat penuh hidup berdampingan dengan negara lain melalui politik bebas aktif.

Bersilangnya berbagai ide dan gagasan soal wacana amandemen konstitusi tidak boleh menimbulkan konflik sesama anak bangsa.

“Silakan mengeluarkan pendapat baik lisan maupun non lisan, tidak ada larangan karena konstitusi sudah menjamin kebebasan berpendapat. Tapi kebebasan yang dimaksud di dalam konstitusi bukan kebebasan “asbun” (asal bunyi), harus dilandasi moral dan etika yang bermartabat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” ujar Alirman Sori.

Alirman Sori berpendapat, ketika adanya wacana untuk menghadirkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam perubahan konstitusi kelima, adalah hal yang perlu menjadi perhatian dan kajian mendalam. Sepanjang untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara menuju bangsa yang maju, tangguh, berdaulat, mandiri dan bersatu.

Namun apabila wacana perubahan kelima konstitusi untuk melanggengkan kekuasaan, misalnya masa jabatan presiden dua periode menjadi tiga periode ini harus ditentang dan dilawan secara konstitusional. Salah satu amanat reformasi adalah membatasi masa jabatan presiden cukup dua periode.

“Kalau ini (perubahan masa jabatan presiden) dipaksakan masuk ke dalam materi perubahan dipastikan akan ada perlawanan dari rakyat, sama saja membangunkan macan tidur. Jangan sekali-kali sentuh soal masa jabatan presiden lebih dari dua kali,” tegasnya.

“Jangankan untuk tiga periode, memperpanjang masa jabatan dari lima menjadi delapan tahun pasti akan mendapat perlawanan dari rakyat, karena siklus Pemilu adalah lima tahunan,” timpalnya.

Sekali lagi Alirman Sori, mengingatkan agar mengakhiri wacana tidak realitis dan tidak rasional. Banyak masalah penting yang strategis, fundamental dan mendesak yang harus dilakukan.

“Seperti bagaimana mendorong pemerintah memulihkan kembali perekonomian negara setelah terdampak pandemi Covid-19 dan percepatan pemulihan kesehatan masyarakat,” tegasnya. (*)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.