PADANG – Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) Gerbang Tani Indra SG Lubis menyentil Surat Edaran (SE) Gubernur Sumatera Barat tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi. Menterjemahkan gerakan tersebut sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dinilainya kurang tepat.
“Adalah tidak tepat kalau peningkatan kesejahteraan petani lalu diterjemahkan dengan melakukan percepatan waktu tanam. Ini terlalu sederhana. Mestinya Pemprov memikirkan bagaimana memberikan kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan petani sebagai bagian dari masyarakat nagari,” kata Indra melalui pernyataan tertulis, Kamis (9/3).
Dia mengungkapkan, pertanian merupakan bagian dari kerja budaya masyarakat nagari di Minangkabau. Ini yang mestinya perlu dipahami. Selain itu, kearifan lokal masyarakat di Minangkabau yang telah diakui secara nasional bahkan dunia bahwa ada sistim tanah ulayat.
“Lahan pertanian di Minangkabau merupakan tanah ulayat yang sejatinya adalah milik kaum, bukan milik perseorangan. Hendaknya ini bisa dipahami dan jangan dicederai,” lanjutnya.
Untuk memperkuat ketahanan pangan, menurutnya, banyak upaya yang bisa dilakukan. Indra mengungkapkan, dia sendiri melakukan upaya penguatan tersebut dengan terus mendorong setiap nagari untuk membangun atau memperkuat lumbung pangan nagari dengan menggunakan dana desa.
“Ini merupakan upaya untuk menjami ketersediaan pangan nagari sekaligus memperkuat kebudayaan yang sudah ada dan berkembang,” lanjutnya.
Dia menambahkan, hal lain yang perlu menjadi perhatian bukan hanya soal produksi. Soal jaminan harga pascapanen dan pemasaran harus pula mendapat perhatian. Dia menyebut, pemerintah sudah terlalu sering melupakan jaminan harga pascapanen yang selama ini tidak menguntungkan petani.
“Buktinya, tren Nilai Tukar Petani (NTP) beberapa tahun terakhir menunjukkan penurunan. Artinya, harga produk pertanian petani tidak mampu mengimbangi kenaikan harga barang,” tambahnya.
Hal lain yang tak kalah penting diperhatikan menurut Indra adalah bahwa Sumatera Barat termasuk daerah rawan bencana. Kearifan lokal masyarakat Minang menyimpan sebagian hasil panen di rangkiang perlu didorong untuk dihidupkan kembali sehingga tidak kesulitan bahan pangan ketika lahan pertanian rusak terkena bencana.
“Kearifan lokal seperti itu perlu didorong untuk dihidupkan kembali sehingga ketika lahan pertanian terkena bencana, bahan pangan masih tersedia,” tandasnya.
Seperti diketahui, Gubernur Sumatera Barat telah mengeluarkan Surat Edaran pada tanggal 6 Maret 2017 lalu tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi. SE tersebut diantaranya memuat tenggang waktu pengolahan kembali lahan pertanian setelah panen selama 15 hari, dan pengambilalihan pengelolaan apabila dalam waktu 30 hari lahan tidak digarap kembali menuai pro dan kontra. (feb)