Soal Biola dan Rabab, Ini Pendapat Akademisi UNP

PAINAN – Soal penamaan sebuah tugu di Painan, Kabupaten Pesisir Selatan menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terutama di jejaring sosial. Berbagai pendapat disampaikan masyarakat, baik yang setuju dengan nama yang dilekatkan pada tugu tersebut maupun yang tidak setuju.

Dari bentuk fisik tugu berupa patung tersebut, menggambarkan orang sedang memainkan alat musik biola. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan memberikan nama tugu yang didirikan di persimpangan Bukit Putus, Painan itu dengan nama Tugu Babiola atau dalam bahasa Indonesia Berbiola. (Awalan ber dalam Bahasa Minang biasa diubah menjad Ba. Misal: berlari menjadi balari, dsb)

Penamaan tugu ini menjadi perbincangan hangat. Sebagian masyarakat berpendapat penamaan sudah tepat, sebab tugu tersebut menggambarkan orang sedang “babiola” atau berbiola. Namun sebagian lainnya berpendapat lebih tepat kalau diberi nama Tugu Barabab. Pendapat ini merujuk kepada kesenian khas Pesisir Selatan Rabab Pasisia, yaitu seni tarik suara menyampaikan cerita (kabar) yang didendangkan, diiringi alat musik biola.

Lepas dari hangatnya perbincangan tersebut, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni ( FBS) Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. Dr. Ermanto, S.Pd, M.Hum memberikan pendapat tentang biola dan rabab. Menurutnya kata biola lebih modern karena ada pengaruh Bahasa Indonesia dan berasal dari Eropa. Alat musik biola merupakan alat musik gesek, memiliki empat senar.

“Awalnya kata biola lebih modern karena pengaruh Bahasa Indonesia dan berasal dari Eropa,” ungkap Ermanto pada padangmedia.com, Kamis (21/11/2019).

Sedangkan rabab, kata Ermanto, lebih tradisional meskipun hampir sama bentuknya dengan biola modern. Juga merupakan alat musik gesek, memiliki empat senar akan tetapi senar itu lebih kasar.

“Rabab itu lebih tradisional dengan meniru biola modern dengan empat senar yang lebih kasar,” kata akademisi asal Batangkapas, Pesisir Selatan ini.

Menurut Ermanto, dalam sejarah musik tradisi di Minangkabau, kata biola dan babiola (berbiola), rabab dan barabab (berabab) sama – sama digunakan di Pesisir Selatan. Akan tetapi, belakangan, kata rabab dan barabab lebih banyak digunakan. Kesenian Rabab Pasisia semakin populer dengan rekaman yang dibawakan oleh Pirin Asmara.

“Kata Rabab Pasisia makin dikenal di Sumatera Barat karena populernya rekaman rabab Pasisia Pirin Asmara,” kata Ermanto.

Terkait Tugu Babiola yang dibuat oleh Pemkab Pesisir Selatan, Ermanto cukup apresiasi. Dia menilai nama tersebut tidak salah, meskipun dia sendiri lebih berharap dinamakan Tugu Rabab Pasisia.

“Kalau Tugu Rabab Pasisia, lebih khas dan populer, namun Tugu Babiola juga tidak ada salahnya,” tutupnya.

Lepas dari diskusi hangat masyarakat perihal Tugu Babiola, tugu tersebut semakin mempercantik wajah Kota Painan. Pada bagian bawah patung, ada tulisan: PERINGATAN !! PATUNG INI BUKAN UNTUK DI SEMBAH. (zal)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *