PADANG – Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Wilayah I Kota Padang sejak 2014 hingga 2016 telah menciptakan 100 orang wirausahawan baru di ibu kota provinsi Sumbar ini. Terdiri dari usaha menjahit, salon, bengkel dan sejumlah usaha kecil lainnya.
Namun, keberadaan SKB yang memiliki wilayah kerja Padang Timur, Nanggalo, Koto Tangah, Kuranji, Pauh dan Padang Utara ini terancam ditutup. Karena, Pasal 6 Permendikbud No 4 Tahun 2016 mewajibkan, SKB ini berubah bentuk jadi Satuan Pendidikan Non Formal (SPNF) paling lambat dua tahun sejak aturan ini diundangkan. Pemendikbud ini diundangkan tanggal 3 Maret 2016 lalu.
“Usulan perubahan bentuk dari SKB jadi SPNF ini tengah proses di Pemko. Sekarang, suratnya sudah sampai di Sekda. Semoga, bisa segera ditandatangani sehingga kontribusi kami untuk pembangunan kota ini tetap bisa kami lakukan,” kata Kepala SKB Wilayah I Kota Padang, Efni Rita.W saat menerima kunjungan anggota Komisi II DPRD Padang , Aprianto ke SKB itu, Kamis (2/3).
Berdasarkan Perwako No 2 Tahun 2013 tertanggal 2 Januari 2013, SKB ini merupakan salah satu unit pelaksana teknis (UPT) di Dinas Pendidikan Padang. Memiliki sebanyak 12 orang pamong belajar dengan enam orang staf administrasi pendukung. Selain memberikan pelatihan wirausaha, SKB ini juga berperan memberantas angka buta huruf di Padang.
Efni Rita W yang didampingi sejumlah pamong belajar (guru) SKB Wilayah I, Daniel, Polisman dan lainnya menyampaikan, Mendikbud RI, Muhajir Effendi pernah berkunjung ke sekolah itu pada awal tahun 2017. Saat itu, Mendikbud juga telah mengingatkan perihal perubahan status tersebut. Menteri saat itu juga mengapresiasi kinerja yang membina masyarakat marginal agar lebih terangkat derajat hidupnya.
“Atas keberhasilan menciptakan wirausahawan baru itu, pada 2017 ini pusat memberikan alokasi anggaran untuk mengadakan pelatihan bagi 40 orang warga lagi. Untuk pelatihan menjahit, kita hanya punya lima unit mesin jahit. Jika melatih usaha perbengkelan, kami bekerjasama dengan BLK Banda Buek,” terangnya.
“Jika tanah ada dan gedungnya nanti dibangun pusat sebagaimana telah terjadi di SKB Pasaman Barat dan lainnya, semuanya bisa dikelola secara mandiri. Peluang mendapatkan dana pelatihan dari pusat juga akan lebih besar,” tambah Daniel, pamong belajar senior di situ.
Data yang dilansir Depdikbud, terdapat 20 SKB di Sumbar, dimana sembilan di antaranya sudah berstatus SPNF. Yakni di Pasaman, Pasbar, Padangpariaman, Agam, Solok, Solsel, Limapuluh Kota, Tanahdatar dan Dharmasraya. Secara nasional, baru 144 SKB yang berstatus SPNF.
“Sebagai ibukota provinsi Sumbar tentu kita tak mau kalah dengan Kabupaten Mereuke, Pulau Buru dan daerah terpencil lainnya di nusantara ini, yang sudah mengubah SKB jadi SPNF,” ungkap Polisman, pamong belajar senior lainnya sembari memperlihatkan dokumen masyarakat yang telah menempuh pendidikan di SKB dan telah berusaha secara mandiri.
Sementara itu, Aprianto, anggota Komisi II DPRD Padang membidangi Urusan Ekonomi dan Keuangan mengatakan, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Wilayah I Kota Padang meski terbatas dalam sarana dan prasarana, ternyata telah ikut menyukseskan salah satu program unggulan Mahyeldi-Emzalmi, yakni menciptakan 10 ribu usahawan baru.
“Merujuk Pasal 6 Permendikbud No 4 tahun 2016 ini, perubahan SKB jadi SPNF hanya tinggal tahun ini saja lagi. Rugi kita jika tak diubah statusnya, karena kontribusinya dirasakan langsung masyarakat,” jelas Aprianto, politisi PDI Perjuangan ini.
Dengan perubahan status itu, terang Aprianto, Pemko diharapkan menyiapkan lokasi baru bagi SKB agar bisa menjalankan program dan kegiatannya secara lebih leluasa. Jika masih di lokasi sekarang, Jalan Andalas I Padang Timur, tempatnya tak representatif lagi. Kondisinya sudah bersesakan antara kantor, ruang praktik dan pustaka karena gedungnya hanya berdiri di atas tanah seluas 733 meter persegi saja.
Mencermati Permendikbud No 4 tahun 2016 ini, untuk pengembangan diperlukan areal seluas 5 ribu meter persegi atau minimal 2 ribu meter persegi. “Jika tanah ini dimiliki Pemko, maka bangunannya nanti akan dibangun pusat. Karena, statusnya bukan UPT Pemko lagi melainkan sudah jadi kewenangan pusat. Gedung yang dibutuhkan seperti labor praktik, ruang belajar, kantor, aula, ruang produksi, penginapan bagi peserta pelatihan, semua biaya pembangunannya ditanggung pusat,” ungkap kader PDI Perjuangan itu. (baim)