Serak Gulo, Budaya yang Tetap Dipertahankan

Tradisi serak gulo di Padang, Senin (27/2). (baim)
Tradisi serak gulo di Padang, Senin (27/2). (baim)

PADANG – Ratusan warga muslim keturunan India di Kota Padang, Sumatera Barat menggelar tradisi tahunan serak gulo (tabur gula dalam bungkusan kain perca, red) di Jalan Pasar Batipuh depan Masjid Muhammadan Kecamatan Padang Selatan Kota Padang, Senin (27/2).

Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah yang hadir pada acara itu mengatakan, ini merupakan salah satu potensi budaya di Padang yang harus tetap dipertahankan. Seperti kita ketahui di dunia hanya ada tiga negara yang masih melakukan tradisi ini, yakni di Nagor, India, Indonesia di Padang dan Singapura.

Ini juga merupakan wadah membangun kebersamaan dan memperdekat hubungan masyarakat keturunan India yang ada di Kota Padang. Tradisi serak gulo yang rutin dihelat setiap 1 Jumadil Akhir Hijriah ini akan kita jadikan agenda rutin, seperti festival dayung sampan di Palinggam, festival Siti Nurbaya yang telah menjadi agenda tahunan.

“Tahun depan penyelenggaraannya harus lebih besar lagi dengan promosi yang lebih maksimal sehingga masyarakat keturunan India yang ada di Nusantara tertarik untuk mengikutinya, ” sebut Walikota.

Ketua Himpunan Keluarga  Muhammadan Padang, Ali Khan Abu Bakar mengatakan, tradisi serak gulo adalah tradisi turun-temurun sejak ratusan tahun silam yang yang diperingati setiap tahun pada 1 Jumadil Akhir penanggalan kalender Hijriyah dengan menaburkan gula pasir yang diperebutkan warga dalam rangka memperingati hari lahir Souhul Hamid. Tradisi ini merupakan nazar dari aulia – aulia kami semenjak ratusan tahun silam.

Souhul Hamid salah seorang penyebar agama Islam dan serak gulo merupakan simbol manisnya ilmu yang diberikan. Tradisi serak gulo merupakan salah satu kebudayaan masyarakat India muslim yang dibawa ke kota Padang dimana di dunia hanya dilakukan pada tiga tempat yaitu di Nagor, India, Indonesia di Padang dan Singapura.

“Tradisi ini juga untuk menyambung silaturahim dan meningkatkan kepedulian dalam bentuk saling berbagi yang merupakan filosofi dari kegiatan ini. Kemudian tradisi pada awal Jumadil Akhir ini tidak hanya berupa serak gula saja, hingga 10 hari ke depan, Masjid Muhammadan masih akan menggelar pengajian. Pada hari terakhir, mengarak cendana (kayu cendana barbau harum,red) di sepanjang Jalan Batipuh ini.

Sekitar tiga ton gula disiapkan pada kegiatan ini berasal dari sumbangan berbagai kalangan secara sukarela. Gula pasir tersebut dibungkus dengan kain berwarna-warni mulai ukuran 100 gram hingga 500 gram yang dilemparkan oleh sekitar 15 orang pria dewasa dari atas atap Masjid Muhammadan. Kita berharap supaya berkah dan tercapai apa yang dicita-citakan tahun ini, ada juga yang mencari jodoh,” katanya.

Terlihat dilokasi, tidak hanya warga keturunan India, sejak pukul 16.30 WIB ratusan warga lainnya berbaur memadati jalan Pasar Batipuh di depan Masjid Muhammadan, untuk memperebutkan gula yang dibungkus dengan kain perca berwarna warni tersebut.

“Salah seorang warga keturunan India, Lia(28) yang sudah lahir di Padang ketika ditanyakan mengenai tradisi ini, ia mengatakan sebagai warga keturunan India, ia merasa bangga dengan tradisi yang berasal dari tanah leluhurnya masih bertahan hingga saat ini. Semua bergembira, dari berbagai suku maupun etnis berbaur disini di kegiatan serak gulo ini, ” ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Budaya dan Periwisata Padang, Medi Iswandi menyebutkan, memang tradisi serak gula yang dilakukan warga turunan  India di Kota Padang menjadi salah satu warisan budaya dan juga bisa menjadi suatu ikon wisata di kota Padang.

“Kita akan rencanakan bersama warga keturunan India di Padang untuk membuat suatu kegiatan semacam kuliner khas India menjelang puncak tradisi pada awal Jumadil Akhir. Jadi dengan adanya kuliner khas India ini tentunya akan semakin semarak, menambah minat masyarakat,” ungkap Medi.(baim)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *