SAWAHLUNTO – Usulan menerapkan full day school atau sekolah seharian penuh oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof Muhadjir Effendy menuai pro kontra. Tak sedikit yang tidak setuju dengan wacana full day school yang dilontarkan oleh Mendikbud tersebut.
Namun, di Kota Sawahlunto, full day school telah diterapkan sejak tahun 2009 pada jenjang pendidikan menengah sejak masih kepemimpinan Amran Nur (alm). Program tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Sawahlunto yang dinilai tertinggal dibanding daerah lain.
Penerapan program full day school dimungkinkan dengan Undang-undang Otonomi Daerah dan Sisdiknas yang memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengelola pendidikannya, termasuk dengan melaksanakan program-program yang sesuai dengan kebutuhannya asalkan tidak bertentangan dengan kedua UU tersebut. Pemerintahan selanjutnya, Ali Yusuf – Ismed tetap melanjutkan program Full Day School dengan alasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Meski demikian, full day school di Sawahlunto bukan tanpa pro kontra. Sejak pelaksanaannya hingga sekarang, program sekolah sehari penuh tersebut banyak mendapat kritikan, terutama dari anggota dewan. Menurut sejumlah anggota dewan, kalaupun akan tetap dipertahankan, program tersebut perlu dievaluasi untuk perbaikan dan penyempurnaan.
Anggota Fraksi Demokrat – PDI Perjuangan Jhoni Warta kepada padangmedia.com, Rabu (10/8), menyatakan, fraksinya pernah mengkritisi program full day school yang dilakukan Pemko Sawahlunto karena perlu dievaluasi. Menurutnya, program tersebut sangat membutuhkan sarana dan prasarana yang baik. Sementara, sarana dan prasarana yang ada belum memadai.
Kenyataan saat ini, katanya, ada kecenderungan menurunnya anak-anak Sawahlunto diterima di perguruan tinggi. Ia menengarai salah satu indikatornya adalah akibat kualitas pendidikan yang masih rendah.
Evaluasi lainnya terkait kegiatan full day school, menurut Jhoni, dengan mengelompokkan kegiatan fullday, di mana untuk kelompok SLTP agar dilaksanakan dengan fokus kegiatan agama. Sementara untuk tingkat SLTA, difokuskan untuk mengacu pada kualitas materi pelajaran tambahan untuk anak-anak kelas 10 dan 11. Untuk kelas 12 difokuskan untuk try out dan pembahasan kumpulan–kumpulan soal atau silabus soal beberapa tahun bekangan sebagai persiapan ujian masuk perguruan tinggi.
Hal senada juga dilontarkan politisi dari PAN, Deri Asta. Menurutnya, perlu dilakukan evaluasi oleh tim independen seperti perguruan tinggi atau lembaga resmi lainnya. Tujuannya, supaya hasil evaluasi lebih objektif dan dimana kekurangannya dapat disempurnakan.
“Ke depan, kita harus satu persepsi dalam melaksanakan Full Day School tersebut. Kalau perlu, DPRD dapat membentuk Panitia Khusus sekaligus untuk mengevalusi kualitas pendidikan secara keseluruhan,” katanya. (tumpak)
Komentar