Sumatera Barat memiliki banyak tokoh yang berjuang di segala lini, mulai dari politikus, jurnalis, diplomat hingga pejuang di medan perang. Diantara para pejuang tersebut, salah satunya adalah Roehana Koeddoes yang menerbitkan surat kabar perempuan Soenting Melajoe. Beliau juga memperjuangkan pendidikan bagi perempuan di Minangkabau dengan membangun sekolah keterampilan Kerajinan Amai Setia dan Roehana School. Jejak perjuangannya tersebut masih dirasakan hingga sekarang.
Ketokohan dan sifat juang dari Roehana Koeddoes sangat layak untuk selalu dijadikan panutan bagi perempuan-perempuan Minangkabau masa kini. Perjuangan banyak pihak terutama masyarakat dan pemerintah daerah untuk menjadikan Roehana Koeddoes sebagai pahlwan nasional mengalami jalan berliku. Setelah puluhan tahun pengusulan disiapkan, dan masih gagal, Baru tahun 2019, tanggal 8 November, Roehana Koeddoes menerima pengakuan sebagai pahlawan nasional.
Profil Singkat
Roehana Koeddoes lahir di Kota Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 20 Desember 1884. Ia dibesarkan pada masa perempuan Indonesia umumnya tidak mendapat pendidikan formal. Meski begitu, ia tetap menunjukan kecintaannya terhadap literasi, dibuktikan dengan kebiasaannya yang selalu membaca berbagai sumber berita.
Sebagai putri seorang jaksa, ia sangat akrab dengan buku- buku kepunyaaan ayahnya. Sang ayah Mohammad Rasjad Maharaja Soetan selain jaksa juga merupakan juru tulis Hindia Belanda
Roehana yang merupakan kakak tiri dari Sultan Syahrir, semasa hidupnya, ia dikenal sebagai perempuan yang cerdas dan berwawasan luas. Lia Nuralia dalam buku Kisah Perjuangan Pahlawan Indonesia menyebutkan, ketika masih belia, Roehana mampu menguasai materi yang diajarkan ayahnya, seperti menulis, membaca, dan berbahasa Belanda. Roehana bahkan belajar bahasa Arab dan memiliki beberapa keahlian lain seperti menyulam, menjahit, merenda, dan merajut. la juga gemar membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita seputar politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa.
Karena kecerdasan dan kemampuannya itu, Roehana akhirnya terjun di dunia jurnalistik dan pendidikan Indonesia. Ia dikenal sebagai perintis surat kabar wanita “Soenting Melajoe”, dan menjabat sebagai pemimpin redaksi pada tahun 1912,
Sebelumnya, perjuangan Roehana sangat panjang, ia juga melihat ketidaksetaraan pada sekolah pribumi. Ia menndirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) pada Februari 1911. Sekolah itu didirikan untuk mengangkat derajat perempuan Melayu di Minangkabau. Roehana yang juga bibi dari. penyair kebanggaan Indonesia, Chairil Anwar, mengajari mereka menulis, membaca, berhitung dan keterampilan lain seperti menyulam dan menjahit.
Perjuangan Rangkayo Roehana Koeddoes untuk kemajuan kaum perempuan di Koto Gadang tidaklah mudah. Bagaimana ia bisa meyakini para orang tua di zaman itu mau dan rela mengirim anak perempuannya untuk belajar ke tempat Roehana. Banyak cemooh, hinaan dan ungkapan melecehkan yang dilontarkan padanya. Namun Roehana tetap kukuh dan berjuang.
Selain itu, kiprahnya sebagai wartawati perempuan pertama menjadi dasar bagi masyarakat dan pemerintah daerah Sumbar untuk mengusulkan Roehana sebagai pahlawan nasional. Menemui jalan berliku, barangkali, sebelum tahun 2000, masyarakat Koto Gadang sudah mengusulkan gelar pahlawan bagi Roehana,
Terlepas dari hasrat menuju pahlawan nasioanl yang dicapai masyarakat Koto Gadang dan Sumatera Barat, kenyataannya, Roehana Koeedoes seorang perempuan tangguh dan gigih. Kegigihannya mengajak perempuan lain untuk melakukan pengayaan untuk diri sendiri, melalui pendidikan dan keterampilan keputrian.
Roehana memiliki komitmen yang kuat terhadap pendidikan kaum perempuan.. Emansipasi yang ditawarkan Roehana bukan soal kesamaan hak laki laki dan perempuan secara tekstual, tetapi lebih pada pengukuhan dan eksistensi diri melalui pendidikan , ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Jika sekarang banyak kaum perempuan berteriak teriak soal kesetaraan gender, Roehana tak pernah berteriak apapun. Hanya melalui perilaku, dan perbuatannya , seorang Roehana memberikan semangat pada kaumnya untuk memposisikan perempuan pada kemandirian, Sukses bersama perempaun lainnya
Memperingati Hari Roehana
Sebuah kebanggaan bagi masyarakat Sumatera Barat, dan orang Minangkabau secara umumnya dengan pengakuan Roehana Koeddoes sebagai pahlawan nasonal. Namun eforia semacam ini akan tergilas seiring perjalanan waktu. Hari ini, 4 tahun Rangkayo Roehana Koeddoes menjadi pahlawan nasional, lantas apa? Apakah hanya sekedar dimakamkan di Taman Makam Pahlawan?
Sebagai wartawan, saya termasuk salah satu yang terobsesi, terinspirasi dan mengagumi Rangkayo Roehana Koeddoes. Sebelum kemerdekaan, beliau sudah menjadi pemimpin redaksi Soenting Melajoe. Saya, yang hidup pada zaman dengan banyak kemudahan, seharusnya lebih baik dari Roehana. Karena itu, saya berkomitmen dengan profesi yang saya pilih, menjaga dan merawat cita-cita Roehana bagi kaum perempuan jurnalis.
Saya sebenarnya sedih, karena tidak banyak kaum perempuan yang mau tetap memilih sebagai wartawan hingga akhir hayatnya. Saya melihat di Sumatera Barat, tempat lahirnya Roehana, kadang profesi jurnalis hanya sebagai batu loncatan, mengenal pejabat dan kemudian ujung-ujungnya menjadi PNS. Tapi biarlah, karena masih banyak yang menilai profesi sebagai wartawan tidak menjanjikan.
Sekarang kita bicara Roehana yang sudah menjadi pahlawan nasional dengan SK Presiden tahun 2019. Tapi setelah itu apa? Saya pengagum Roehana. Saya terinspirasi dengan sosok Roehana. Karenanya, saya ingin memperingati hari lahirnya setiap tanggal 20 Desember sebagai ungkapan terima kasih kepada beliau. Saya mengagas setiap tahun akan memperingati hari Roehana . Setidaknya saya memulai dari lingkup kecil. Bersama-sama dengan sejumlah wartawati lainnya dalam Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumatera Barat kami mencoba memperingati Hari Roehana secara rutin. Kenapa tidak?
Sementara R.A.Kartini yang hanya melakukan aksi melalui surat-suratnya yang berbicara tentang keterkungkungan perempuan, bisa diperingati hari lahirya setiap tahun. Kenapa seorang Roehana yang memberi bukti perjuangannya untuk perempuan, agar bisa menulis, membaca dan memiliki keterampilan menjahit, tidak diabadikan hari lahirnya.
Saya tidak bisa berharap, orang banyak akan peduli pada seorang Roehana. . Hanya melalui FJPI, kebetulan saya menjabat ketua sejak tahun 2018, kami sudah mulai memperingati hari Roehana. Tahun 2018, FJPI menggelar lomba penulisan untuk wartawan. Anugrah Roehana Koeddoes Award merupakan hadiah bagi pemenang lomba. Kemudian pada tahun 2019, FJPi melakukan napak tilas ke kampung Roehana.
Rencana peringatan hari Roehana pada tahun 2020 sempat terhenti Karen Covid masih menahan gerakan masyarakat. Hingga tahun 2022, FJPI belum menggelar kegiatan hari Roehana. Mudah-mudahan ke depan dapat terlaksana sebagai agenda rutin tanggal 20 Desember.
Selain itu sebagai wartawati yang lahir di Ranah Minang, saya juga ingin menjadikan Anugrah Roehana Koeddoes sebagai anugrah rutin setiap tahunnya bagi jurnalis perempuan. Apakah Roehana belum sepantas Adingoro?
Lebih jauh ke depan, ketika pertemuan FJPI pada September lalu, saya melontarkan gagasan membuat pusat pendidikan Roehana. Sebuah lembaga yang ditujukan untuk menciptakan para jurnalis handal dan berkarakter di Sumatera Barat. Apakah mungkin? Teman saya ka Bati sangat bersemangat menyambut ide saya dengan rancangan yang lebih canggih. Roehana Koeddoes Institut. Yuke sekretaris FJPI juga antusias, seolah mendapat hidayah, dengan semangat menyarankan untuk mencari donator baik hati agar rela menghibahkan tempat. Impian yang terlalu muluk?. Mimpi yang terlalu memabukkan. Tapi saya sadar, Sumatera Barat masih dapat dijadikan sebagai tempat lahirnya orang-orang hebat.(nita Indrawati)
Padang, 8 November 2023
(penulis adalah Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia di Sumbar)
Komentar