PADANG – Refleksi 10 tahun bencana gempa Sumatera Barat, Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit mengajak semua pihak untuk meningkatkan pemahaman kebencanaan. Bertema Menuju Sumbar Tangguh Bencana, refleksi itu diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat dengan meningkatkan keterampilan kebencanaan sehingga dapat mengantisipasi jatuhnya korban.
Dalam sambutannya, membuka Refleksi 10 Tahun Gempa Sumbar, Nasrul Abit mengharapkan, mengenang kembali musibah besar yang menelan korban ribuan orang itu dapat meningkatkan komitmen dalam rangka mencapai Sumbar Tangguh Bencana. Refleksi ini diharapkan menjadi evaluasi dalam rangka mengurangi risiko serta menghidnari jatuhnya korban jiwa.
“Peristiwa gempa pada tanggal 30 September 2009 lalu, hendaknya menjadi evaluasi dan membangun komitmen bersama dalam rangka menghadapi bencana. Semua pihak hendaknya meningkatkan pemahaman sehingga dapat mengurangi risiko dan menghindari jatuhnya korban dalam bencana alam,” kata Nasrul Abit.
Bencana gempa berkekuatan 7.8 SR telah mengguncang sebagian besar wilayah Sumatera Barat menimbulkan korban jiwa ribuan orang, pada tanggal 30 September sepuluh tahun lalu. Pusat gempa berda pada kedalaman 71 kilometer, 57 kilometer arah barat daya Kota Pariaman yang merupakan patahan lempeng Mentawai.
Tidak sampai 24 jam, disusul gempa kedua pada hari Kamis, 1 Oktober 2009 dengan kekuatan 6,8 SR berpusat di 46 km Tenggara Kota Sungai Penuh dengan kedalaman 24 km, terjadi pada patahan sesar semangka daratan.
Menurut Nasrul, secara geografis, Sumatera Barat merupakan daerah rawan gempa bumi karena berada di wilayah pertemuan subduksi lempeng India dan Australia ke bawah lempeng Eurasia. Lempeng tersebut memiliki potensi menimbulkan gempa bumi yang bisa menimbulkan kerusakan dan korban jiwa sehingga menuntut kesiapsiagaan.
Untuk itu, meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa harus menjadi komitmen bersama semua pihak. Menurutnya, penanggulangan bencana merupakan tanggungjawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Harmensyah yang hadir dalam kesempatan itu menambahkan, sikap kesiagaan harus melekat pada setiap individu. Tangguh Bencana bisa diciptakan mulai dari keluarga, lingkungan tempat tinggal masing – masing hingga berkembang dan meluas ke seluruh daerah.
“Untuk mewujudkan tangguh bencana, harus ada sinergi semua komponen karena bencana merupakan urusan semua orang,” kata Harmensyah.
Menurutnya, filosofi “Alam Takambang Jadi Guru” yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Sumatera Barat dapat menjadi salah satu dasar abgi peningkatan pemahaman tentang kebencanaan. Masyarakat terbiasa membaca tanda – tanda alam yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari – hari.
“Filosofi ini mengandung nilai agar masyarakat dapat mengambil pelajaran dari fenomena alam. Hal tersebut bisa dimaknai salah satu contohnya bagaimana kita membangun tempat tinggal di kawasan rawan bahaya,” sebutnya.
Dia juga mengingatkan pemerintah untuk menggunakan otorisasi kekuasaan dalam memberikan izin mendirikan bangunan. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan, agar masyarakat juga mempertimbangkan faktor bencana alam ketika akan membangun permukiman sehingga mengurangi risiko kerugiand aan korban jiwa.
Upaya lainnya yang harus menjadi perhatian dalam rangka mengurangi risiko bencana adalah dengan membangun shelter. Seluruh bangunan terutama kantor pemerintahan harus dirancang sekaligus sebagai shelter. Demikian juga pihak swasta hendaknya dapat menjadikan bangunan sebagai sarana evakuasi. Pemerintah harus memiliki database shelter yang jelas.
“Seperti jumalh shelter, daya tampung, fasilitas serta akses menuju shelter. Ini harus ada database dan masyarakat harus diberi akses yang memadai menuju shelter terdekat dari tempat tinggalnya,” ujarnya.
Media massa juga harus mengambil peran dalam rangka mitigasi sebagai upaya mengurangi risiko kerugian dan korban jiwa dalam peristiwa bencana. Media massa diharapkan menjadi penyampai informasi yang efektif terkait penanggulangan bencana. (fdc)
Komentar