JAKARTA – Walaupun baru bekerja sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) selama enam hari, Sri Mulyani Indrawati telah mengajukan usulan beberapa perubahan baik terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2016 maupun terhadap postur Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2017.
“Tadi Menteri Keuangan menyampaikan mengenai revisi APBN tahun 2016 walaupun hanya tersisa kurang lebih lima bulan ada beberapa perubahan yang diusulkan oleh Menteri Keuangan,” ungkap Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung kepada wartawan usai Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (3/8) petang.
Menurut Seskab, meskipun baru bekerja selama 6 hari, banyak hal yang diusulkan oleh Menkeu Sri Mulyani mengenai revisi APBN tahun 2016 kekurangannya. Artinya, sampai dengan lima bulan ke depan dan juga Nota Keuangan serta Postur Anggaran tahun 2017.
“Secara prinsip disetujui sepenuhnya oleh Presiden dan juga Wakil Presiden. Keputusan ini mengikat bagi seluruh kementerian lembaga dan juga yang lainnya,” pungkas Pramono.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, dirinya telah melaporkan kepada Presiden, Wakil Presiden, dan Sidang Kabinet, mengenai adanya potensi penurunan dari potensi penerimaan pajak 2016 yang cukup signifikan. Karena itu, agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016 tetap kredibel maka perlu dilakukan penyesuaian-penyesuian.
“Hal ini dikarenakan karena basis penghitungan target penerimaan pajak di tahun 2016 yang disetujui oleh DPR APBN-P itu basisnya masih menggunakan angka ekonomi yang cukup tinggi, yaitu target penerimaan 2 tahun sebelumnya dari 14, 15, kemudian ke-16,” jelas Sri Mulyani seperti dilansir dari laman Setkab RI.
Diuraikan Menkeu, pada 2014 saja, waktu itu realisasi penerimaan pajak kira-kira Rp100 triliun di bawah yang ditargetkan di APBN-P. Sementara tahun lalu, 2015 realisasi penerimaan pajak karena harga komoditas turun, perdagangan turun dan ekonomi mengalami pelemahan, mengutip Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Sri Mulyani mengemukakan, penerimaan pajak itu Rp248,9 triliun lebih kecil dari yang direncanakan.
Di sisi lain, Menkeu berencana mengurangi belanja Rp65 triliun di kementerian/lembaga (K/L), dan transfer ke daerah Rp68,8 triliun. Pengurangan itu, lanjut Menkeu, terutama ditujukan untuk di kementerian/lembaga adalah aktivitas yang dianggap tidak betul-betul menunjang prioritas. Terutama berkaitan dengan perjalanan dinas, kegiatan konsinyering, persiapan-persiapan, dan bahkan mungkin termasuk belanja untuk pembangunan gedung pemerintahan yang mungkin belum dianggap prioritas pada saat ini.
“Kami akan melakukan bersama-sama dengan Menko Perekonomian dan Bappenas untuk menyisir belanja kementerian/lembaga agar bisa dikurangi tanpa mengurangi komitmen pemerintah untuk menunjang prioritas, yaitu masalah pembangunan infrastuktur, belanja untuk pendidikan (termasuk tunjangan profesi guru), tunjangan untuk belanja kesehatan. Dalam hal ini tetap kami prioritaskan sebagai hal yang akan terus dijaga untuk tidak mengalami pemotongan,” tegas Menkeu.
Mengenai pengurangan transfer ke daerah, Menkeu menjelaskan, itu lebih karena persoalan dana bagi hasil yang karena penerimaan pajaknya diperkirakan lebih kecil, maka dengan otomatis penerimaan untuk dana bagi hasil di daerah juga akan dikurangi.
“Sedangkan yang lainnya mungkin kami akan mencoba supaya APBN tetap bisa memiliki ruangan untuk membuat ekonomi tetap tumbuh sehat namun dengan akurasi dari belanja maupun dari sisi penerimaan. Sehingga pemerintah bisa membangun confident di dalam perekonomian,” jelas Sri Mulyani.
Mengenai RAPBN 2017, Menkeu menjelaskan, bahwa pemerintah akan menggunakan pembahasan yang sudah disampaikan dengan DPR selama ini, terutama dari sisi asumsi makro tahun 2017, yaitu pertumbuhan ekonomi diasumsikan 5,3 persen, inflasi 4 persen, suku bunga 5,3 persen, nilai tukar 13.300, harga minyak mentah 45 danlifting minyak 780.000 barel per hari. (rin/*)
Komentar