JOGJAKARTA – Pengembangan Bank Wakaf Mikro (BWM) merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan literasi keuangan terutama keuangan syariah. Puluhan ribu pondok pesantren, ratusan ribu masjid serta puluhan organisasi massa Islam memiliki potensi untuk mengembangkan lembaga keuangan mikro dalam bentuk BWM tersebut.
Hal itu diungkapkan Direktur Lembaga Keuangan Mikro Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Suparlan dalam pelatihan dan media gathering OJK Kantor Regional 5 Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) di Jogjakarta, Jumat (13/9/2019). Menurutnya, ekonomi syariah bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, jika digarap secara optimal.
“Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah yang bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi jika digarap secara optimal,” kata Suparlan.
Dia menyebut, terdapat sebanyak 28 ribu lebih pondok pesantren, ratusan ribu masjid dan puluhan organisasi massa Islam yang bisa menjadi basis kekuatan ekonomi syariah melalui Bank Wakaf Mikro (BWM). Sebagai elemen masyarakat, pondok pesantren, masjid dan organisasi tersebut memiliki fungsi strategis dalam pendampingan untuk mendorong perekonomian.
“Pesantren misalnya, sebagai lembaga pendidikan berbasis agama, memiliki potensi besar memberdayakan umat dan berperan dalam mengikis kesenjangan ekonomi,” ujarnya.
Secara umum, Suparlan mengungkapkan, industri keuangan syariah semakin populer dan terus mengalami pertumbuhan. Saat ini, total market share industri keuangan syariah mencapai 9,08 persen dengan total aset mencapai Rp1.377,51 triliun.
Aset ekonomi syariah tersebut antara lain pada industri perbankan dengan market share 5,98 persen, industri keuangan non bank 4,20 persen, dan pasar modal 17,01 persen. Kapitalisasi saham syariah per Pebruari 2019 mencapai Rp3.189,5 triliun.
Dia menambahkan, keuangan syariah sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan akses keuangan. Memiliki karakteristik yang dekat dengan pengembangan sektor riil dan juga memperhatikan aspek sosial.
Mengulas pembentukan Bank Wakaf Mikro (BWM), Suparlan menegaskan, hal itu didasari oleh keinginan dan komitmen besar OJK bersama pemerintah serta elemen masyarakat dan pemangku kepentingan untuk berperan nyata dalam peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
BWM sebagai wujud dari komitmen perluasan penyediaan akses keuangan masyarakat yang mudah khususnya bagi usaha kecil, mikro dan bahkan ultra mikro. Sejauh ini, sebanyak 52 BWM sudah terbentuk dan terdaftar di OJK.
“Tahun 2019, OJK merencanakan fasilitasi pendirian BWM hingga menjadi 100 lembaga. Pengembangan BWM juga dirancang untuk sekaligus pengembangan sistem infomasi BWM serta meningkatkan awareness masyarakat yang berpartisipasi menjadi donatur,” sebutnya.
Dia merinci, dari 52 BWM yang sudah ada tersebut, sudah menjangkau 19 ribu lebih nasabah dengan 2.374 Kelompok Usaha Mikro Pesantren Indonesia (Kumpi), Perkembangan BWM terbesar berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan Jogjakarta.
Kelembagaan BWM berbadan hukum koperasi jasa dengan izin usaha Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Pendampingan kepada BWM dilakukan mulai dari proses pendirian badan hukum dan izin usaha LKM Syariah, pelatihan pengurus dan pengelola serta pendampingan operasional kegiatan usaha minimal selama enam bulan.
Sementara kepada masyarakat nasabah, dilakukan sosialisasi konsep pemberdayaan LKM Syariah melalui pendampingan dan pembiayaan. Kemudian diikuti pelatihan wajib kelompok selama lima hari berturut – turut. Juga diikuti dengan pertemuan mingguan dengan materi pertemuan pendidikan agama serta pengembangan usaha dan manajemen ekonomi rumah tangga.
Monitoring dan Pengawasan BWM dilakukan oleh OJK berkoordinasi dengan Kemenkop, Pesantren, Lembaga Amil Zakat selaku owner program, serta tokoh masyarakat yang amanah. Salah satunya Kyai dan Ulama di Pesantren. Selain itu, dukungan donatur/perusahaan juga dapat mendukung monitoring dan pengawasan yang dilakukan.
Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) 1 Kantor Regional 5 OJK Sumbagut, Uzersyah mengungkapkan, OJK terus berupaya memacu aksesibilitas masyarakat terhadap lembaga keuangan dan perbankan. Menurutnya, BWM dikembangkan melihat potensi yang dimiliki cukup potensial. Lembaga keuangan seperti itu bisa dikembangkan melalui pondok pesantren dan masjid, karena memiliki jangkauan lebih luas ke tengah masyarakat.
“BWM potensial dikembangkan dengan berbasis pondok pesantren dan masjid, karena jangkauannya lebih luas ke tengah masyarakat. Saat ini terdapat 28.194 pondok pesantren di Indonesia,” katanya.
Dia menambahkan, pesantren sebagai lembaga pendidikan berbasis keagamaan memiliki potensi besar untuk memberdayakan umat. Ponpes sangat strategis dalam mengikis kesenjangan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan, khususnya untuk masyarakat di sekitar pesantren.
“OJK melihat, adanya kebutuhan antara pihak yang memiliki kelebihan dana untuk didonasikan kepada masyarakat yang membutuhkan pembiayaan usaha dengan imbal hasil rendah bisa difasilitasi dengan memberdayakan pondok pesantren,” tutupnya. (fdc)
Komentar