PADANG – Media massa di Indonesia masih cenderung melakukan kecerobohan dalam pemberitaan terkait terorisme. Banyak hal yang semestinya tidak boleh diberitakan justru dijadikan laporan utama.
Selain itu, tanpa sadar media massa telah menjadi alat propaganda kelompok radikal dan teroris. Dengan pemberitaan yang hanya mengejar rating, pesan-pesan yang diinginkan oleh kelompok radikal dan teroris terinformasikan kepada publik.
Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo dalam sosialisasi pencegahan radikalisme dan terorisme untuk kalangan media massa dan Humas di Padang, Kamis (9/7) menegaskan bahwa hal itu merupakan bentuk kecerobohan dari media massa. Mestinya, perlu disadari bahwa liputan dan pemberitaan merupakan bagian dari upaya penanggulangan terorisme.
“Media massa di Indonesia masih sering ceroboh sehingga tanpa sadar telah menjadi alat propaganda bagi kelompok-kelompok radikal dan teroris untuk menyampaikan pesan-pesan mereka,” kata Yosep.
Kecerobohan lain yang sangat sering dilakukan oleh media massa di Indonesia adalah liputan langsung, dalam hal ini media televisi. Di negara lain, tidak ditemukan liputan langsung (live report) dalam proses penangkapan teroris.
“Ini bisa membocorkan operasi petugas dan bahkan membahayakan petugas saat penangkapan,” ujarnya.
Yosep mengingatkan, Dewan Pers telah mengeluarkan peraturan terkait pedoman peliputan dan pemberitaan terorisme. Ia mengingatkan bahwa tindak terorisme adalah sebuah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang membahayakan kemanusiaan. (feb)