(Cerita WPH, seorang penyintas untuk menginspirasi masyarakat patuh dan taat menjalani Prokes serta segera ikut program vaksinasi Covid-19)
Empat belas hari berjuang melawan Covid-19, membuat stamina WPH, perempuan yang berkarir di salah satu instansi pemerintah provinsi Sumatera Barat ini terkuras. Namun, untaian doa dari orang-orang terkasih mendongkrak semangatnya untuk kuat berjuang menaklukkan virus yang menyerang tubuhnya.
Dia bertekad harus menang, karena mereka yang mengasihi dan menyayanginya selalu menyemangatinya untuk berjuang. Dia meyakini, kasih sayang Tuhan dan doa dari mereka yang berharap akan menguatkan dirinya untuk bertahan.
WPH tidak menyangka dirinya akan sempat juga “disinggahi” Covid-19. Secara aktivitas setiap hari, dirinya sudah menjalaninya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, baik di tempat kerja maupun di luar ruangan. Namun, dia menyadari, Covid-19 itu “misterius”, tidak kelihatan, tidak ada peluang untuk menghindar selain taat protokol kesehatan.
Allah berkehendak, manusia hanya berusaha dan berdoa. Ketika Covid-19 mampir di tubuhnya, W sadar bahwa itulah kehendak Allah untuk menguji. Dia memohon kepada Sang Khaliq untuk diberi kekuatan dan keikhlasan melewati cobaan yang dihadapinya.
“Segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah,” ungkapnya melalui percakapan aplikasi, Senin (30/8/2021) sore.
Awal Terpapar, Hingga Dihantam Badai Sitokin: “Melawan Covid Itu Berat”
W tidak tahu harus memulai cerita dari mana, intinya ia ingin bercerita, tentang apa yang telah dialaminya. Dia ingin, ceritanya menjadi pesan, agar masyarakat selalu patuh dan disiplin menjalani aktivitas kehidupan dengan protokol kesehatan serta segera mendapatkan vaksinasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketika rasa mulai hilang, kebimbangan mulai datang. W yang dalam tugasnya berhubungan dengan informasi dan komunikasi itupun langsung memeriksakan diri. Keraguannya masih ada karena dirinya sudah sangat ketat menjalankan protokol kesehatan dalam beraktivitas.
“Selama ini, Uni (kakak) sudah sangat ketat (menjalankan) prokes. Namun Allah memberikan ketetapan lain buat Uni (terpapar Covid-19),” ungkapnya dalam obrolan pesan aplikasi tersebut.
“Covid-19 ini sungguh misterius, Dinda. Kita tidak tahu ke depan setiap menit, setiap detik dalam diri kita terutama fungsi organ tubuh yang sempat dia (Covid) ganggu,” bebernya.
W tidak mengurai dengan gamblang bagaimana bisa sampai terpapar Covid-19. Namun hal itu dimakluminya karena dalam posisinya sebagai ASN yang mau tidak mau harus berinteraksi dengan banyak orang, ketika sebuah pertemuan atau kegiatan tidak bisa dilakukan secara virtual.
Kadang harus menjadi pemateri, bertemu dengan tamu-tamu daerah yang berkaitan dengan bidang tugas pokok dan fungsi instansinya, kadang menggantikan atasannya untuk tugas yang mengharuskannya bertemu dengan banyak orang, dari dalam dan luar daerah.
“Intinya, di masa pandemi ini, apapun aktivitas, selama harus berinteraksi dengan banyak orang karena tuntutan kerja atau usaha, risiko terpapar Covid pasti ada karena virus ini tidak kelihatan dan menyebar karena interaksi antar orang melalui droplet yang tidak kelihatan. Begitu pola penyebarannya dari awal, sehingga pemerintah sudah mengingatkan agar menjaga jarak saat berinteraksi serta memakai masker dan membiasakan mencuci tangan atau membilas dengan cairan pembersih sangat ditekankan,” paparnya.
Namun, sekali lagi, W menekankan bahwa virus tidak kelihatan. Juga tidak diketahui siapa yang sedang terpapar. Apa lagi kalau tanpa gejala, orang yang terpapar tidak akan menyadari kalau dirinya sedang membawa virus. Itulah sebabnya penerapan protokol kesehatan, terutama memakai masker dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan menjadi poin yang sangat ditekankan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Menyadari kondisinya menunjukkan gejala, batuk, flu dan merasa demam serta mulai kehilangan fungsi indera penciuman dan pengecap, W langsung memeriksakan diri dan membatasi diri berinteraksi dengan keluarga serta rekan-rekan kerja. Sampai hasilnya keluar dan dinyatakan positif, ia langsung menjalani isolasi di sebuah rumah sakit untuk mendapatkan tindakan perawatan sekaligus “menjauhkan diri” sementara dari keluarga tercinta.
Sampai akhirnya dirinya mengalami gejala Badai Sitokin ketika sedang dalam perawatan. Ketika itulah sebuah perjuangan untuk menaklukkan virus yang sedang bersarang di tubuhnya menjadi sangat berat. Badannya menggigil dengan kondisi tubuh tidak stabil.
“Empat belas hari berjuang melawan Covid, sepuluh hari di antaranya harus dilalui di ruang perawatan. Sempat juga merasakan dan melalui “hantaman” Badai Sitokin. Bahkan sempat mengalami, hanya dalam hitungan detik, (sampel) darah yang baru saja diambil dari dalam tubuh tidak saja mengental tapi langsung membeku,” ceritanya.
“Salah seorang kerabat yang juga dokter Uni kabari kalau badan Uni menggigil. Kerabat tersebut langsung menghubungi dokter yang menangani sehingga diketahuilah bahwa itu adalah gejala Badai Sitokin,” lanjutnya.
Berbagai macam obat yang harus disuplai ke dalam tubuh dan selang infus yang selalu terpasang. Belum lagi tusukan jarum suntik yang tidak dapat dihitung lagi berapa kali sehari sungguh suatu pengalaman yang tidak bisa dilupakan dan tidak ingin terulang lagi.
Vaksinasi, Salah Satu Kekuatan Penangkal yang Efektif
W awalnya tidak menyadari, dirinya kuat bertahan selama itu. Ibarat di medan perang, pasukan di dalam tubuhnya seperti mampu “berperang” sampai menguasai medan pertempuran dalam waktu 14 hari.
Dalam pikirannya, hanya ada semangat. Dirinya berserah diri kepada Allah, Tuhan Sang Pemilik. Doa dalam perjuangannya, doa dari orang-orang terkasih, karib kerabat dan para sahabat menjadi penyemangat yang mustajab.
Lepas dari itu, Tuhan selalu menyuruh manusia untuk berikhtiar, tidak pasrah menghadapi berbagai keadaan. Setelah berikhtiar dan berdoa, seluruh raga dan jiwa, beserta takdir yang harus dilalui diserahkan sepenuhnya kepada kehendak-Nya.
“Satu hal yang dokter sampaikan atau tanyakan kepada Uni, apakah sudah divaksin? Uni sudah mendapatkan vaksin lengkap dua kali dan itu Uni dapatkan ketika vaksinasi awal dulu. Jawaban Uni membuat dokter lega, respon dokter pun membuat Uni semakin bersemangat,” sebutnya.
“Alhamdulillah, benteng pertahanan tubuh Ibuk melalui vaksinasi sudah terbentuk, sehingga mampu menangkal serangan virus, tidak menimbulkan dampak lebih buruk,” ungkap W mengulang ucapan dokter yang merawatnya.
W jadi ingat, pimpinan di kantornya yang sudah mendapatkan vaksin lengkap dan beberapa waktu lalu juga sempat terpapar Covid-19. Alhamdulillah berhasil melewatinya dan sembuh. Segala ketentuan ada di tangan Allah, namun manusia juga diharuskan berikhtiar.
“Vaksinasi merupakan ikhtiar manusia sebagai makhluk-Nya, sebelum menyerahkan seluruh takdir kepada Sang Pencipta. Tuhan tidak membolehkan manusia pasrah pada keadaan, begitu tuntunan agama mengajarkan,” lanjutnya.
Ada rasa haru mengenang perhatian pimpinannya yang menjadi Juru Bicara Satgas Covid-19 Provinsi Sumbar “nyinyir” meminta seluruh jajarannya agar divaksin. Bahkan sampai dua kali bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Padang untuk melalukan vaksinasi sampai seluruh rekan kerja sekantornya mendapatkan vaksinasi lengkap Covid-19.
“Pak Kadis (kepala dinas) sangat “nyinyir” untuk vaksinasi ini, sampai dua kali kerja sama dengan Dinkes Kota Padang, hingga seluruh rekan sekantor mendapatkan vaksin. Perhatian beliau kepada seluruh jajarannya sangat besar dan manfaat kenyinyiran beliau Uni rasakan dalam kondisi terpapar Covid-19,” ucapnya.
Protokol Kesehatan dan Vaksinasi, Ikhtiar Manusia Membentengi Diri
Sebetulnya, W mengaku masih ingin bercerita banyak. Namun W dan penulis sama-sama menyadari, kondisi dalam masa recovery (pemulihan). Tidak ada maksud lain bagi W untuk menceritakan kondisinya ketika terpapar Covid-19 selain hanya sebagai tanggung jawab moral kepada sesama bahwa Covid-19 itu nyata dan bisa menyerang siapa saja.
Berharap cerita yang disampaikannya menjadi pengingat bagi masyarakat, agar lebih berhati-hati dalam menjalankan aktivitas kehidupan di masa pandemi. Semoga kabar tentang apa yang dialaminya dapat menyelamatkan orang lain dari terpapar virus corona.
Dia mengucap syukur kepada Allah, telah memberikan kekuatan dalam berjuang melawan virus di tubuhnya. Setelah empat belas hari, dirinya dinyatakan sembuh setelah konversi negatif. “Namun masih harus tetap waspada dan masih butuh recovery fungsi organ tubuh yang sempat dia (Covid) ganggu,” ulasnya.
Sebagai pengingat kepada masyarakat, W berpesan, protokol kesehatan dan vaksinasi adalah ikhtiar manusia menyelamatkan diri dari serangan virus corona. Sebab ketika sudah terpapar, gejala yang ditimbulkan dan dampak yang terjadi pada masing-masing orang tidak selalu sama. Juga tergantung kepada ada atau tidaknya penyakit penyerta (komorbid).
“Membentengi diri dari luar melalui penerapan protokol kesehatan yang ketat dan dari dalam melalui vaksinasi. Itu kuncinya. Jadi, jangan lalai, patuhi protokol kesehatan, dan segeralah mendapatkan vaksinasi,” ajaknya.
W mengucapkan terima kasih kepada keluarga tersayang yang menjadi penyemangat selama menjalani perawatan. Juga kepada karib kerabat, para sahabat dan rekan kerja yang telah turut mendoakan kesembuhannya.
Khusus kepada dokter dan para perawat yang telah menemani dirinya dengan sabar dan keikhlasan selama menjalani perawatan, W merasa, jutaan ungkapan terima kasih tidak akan mampu menggantikan atau membayar jasa mereka. Sebagai manusia, tenaga kesehatan juga membutuhkan keselamatan untuk dirinya, namun di sisi lain, mereka juga harus menyelamatkan nyawa orang lain.
“Semoga Allah melimpahkan pahala kepada tenaga kesehatan yang berjuang dalam risiko tinggi menyelamatkan orang lain serta selalu dilindungi dalam menjalankan tugas kemanusiaan yang diembannya,” tutupnya.
Badai Sitokin, menurut dr. Yessi Rivai, pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Pesisir Selatan, termasuk komplikasi gejala yang dialami penderita Covid-19. Sitokin merupakan protein yang berperan dalam sistem imun tubuh.
“Sitokin merupakan protein yang berperan dalam sistem imun tubuh, ketika dalam jumlah normal,” paparnya.
Namun, ketika jumlahnya sudah melebihi, itulah yang dinamakan Badai Sitokin. Yaitu ketika Sitokin dilepas oleh sistem imun tubuh dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat cepat sebagai reaksi terhadap serangan virus.
“Ketika kondisi itu terjadi, dapat merusak jaringan tubuh. Jadi Badai Sitokin itu dapat dikatakan sebagai respon berlebihan dari imun tubuh,” sebutnya.
Badai Sitokin, lanjut Yessi, menimbulkan gejala yang bisa saja berbeda pada setiap penderita Covid-19. Misalnya ada yang merasakan gejala menggigil kedinginan, mual dan muntah, kelelahan, sakit kepala, sesak nafas dan sebagainya. Pencegahannya adalah segera mendapatkan pengobatan begitu diketahui positif. (*),
(Penulis: Pebri D Chaniago)
Komentar