Pepatah Petitih Hendaknya Masuk Dalam Pendididkan Karakter

FB_IMG_1491716953952(1)

PADANG – Merasa prihatin  terhadap  perilaku generasi muda saat ini yang banyak terlibat narkoba,  tawuran serta kenakalan remaja lainnya, Anggota DPRD Padang, Amril  Amin yang juga Ketua Badan Kehormatan(BK) DPRD Padang menggagas pembentukan sanggar seni tradisi di kawasan Kecamatan Padang Selatan.

“Melalui kegiatan sanggar ini  kita berharap generasi muda bisa menyalurkan hobi dan bakat mereka ke arah yang lebih positif.  Kita harus bisa mengembalikan tradisi kebudayaan Minangkabau pada gernerasi penerus kita. Tidak saja seni tradisional randai, bahkan saat ini yang mulai terasa hilang adalah mengenai pepatah – petitih yang sangat dikenal bagi orang Minang, ” ujarnya pada padangmedia.com Minggu( 9/4), usai mengunjungi latihan randai di halaman kantor Camat Padang Selatan.

Menurutnya dalam pepatah -petitih Minangkabau terkandung nilai-nilai Islami. Pepatah-petitih adat berisi norma-norma atau aturan-aturan hidup masyarakat Minang sejak zaman dahulu. Sejak zaman nenek moyang orang Minang membuat pepatah-petitih sebagai norma-norma yang mengatur kehidupan masyarakat dengan memakai perumpamaan-perumpamaan mahkluk dan benda-benda di alam dan berdasarkan hukum alam, yang ternyata relevan dengan Syariat Islam.

“Saya  lihat sekarang dalam acara  meminang, baralek,  duduak gala bagi marapulai, di Kota Padang sudah jarang yang menggunakan tradisi pepatah -petitih ini. Padahal ini adalah tradisi adat yang ada di Minangkabau yang harusnya dilestarikan, ” sebutnya.

Menurut Amril, anak-anak sekarang harus tahu  mana Kato Nan Ampek, kato mandata, kato mandaki, kato malereng dan kato manurun ( Kata yang empat yakni kata mandatar, kata mendaki, kata melereng dan kata menurun,red). Harus tahu nan ma sawah jo pamatang (harus tahu yang mana sawah dan pematangnya,red). Jadi berbicara ada tempat dan aturan dalam adat budaya di minangkabau.

Hal itu, tambahnya, adalah   tanggungjawab ninik mamak agar tradisi itu tidak hilang . Saaat ini, tradisi melamar atau pinang meminang seperi berpidato saja. Kalau tidak disikapi, bisa saja sepuluh  tahun kedepan tradisi ini akan hilang terutama di perkotaan.

Lebih lanjut dikatakan, selaku anggota dewan dirinya berharap melalui Komisi IV DPRD yang membidangi soal ini bersama KAN, LKAM, Dinas Kebudayaan dan Dinas Pedidikan untuk bisa dijadikan program pendidikan berkarakter muatan lokal di Minangkabau. Apalagi  apalagi pendidikan BAM di sekolah sudah tidak ada saat ini,.

Pendidikan berkarakter kearifan lokal dikaitkan dengan program pemerintah,  tentunya melibatkan guru yang ahli dibidangnya. “Kita bisa melibatkan  KAN yang ada. Jadi mereka tahu bagaimana berkata dan bersikap santun. Seperti  bicara kepada mamak, dan  bagaimana mereka harus bersikap. Tahu apa Suku, Datuaknya, tahu gala adatnya, kaumnya,atau pusakonya,”  ucap Amril.

Disamping itu, Amril juga berharap  pemerintah dapat membuat kurikulum yang mengarah kepada pendidikan berkarakter kearifan lokal yang harus dimasukkan ke sekolah. “Konsepnya berdasarkan adat salingka nagari itu sendiri yang dimasukkan ke pemerintah provinsi dan pusat, ” harapnya.(baim)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.