PADANG – Merasa prihatin terhadap perilaku generasi muda saat ini yang banyak terlibat narkoba, tawuran serta kenakalan remaja lainnya, Anggota DPRD Padang, Amril Amin yang juga Ketua Badan Kehormatan(BK) DPRD Padang menggagas pembentukan sanggar seni tradisi di kawasan Kecamatan Padang Selatan.
“Melalui kegiatan sanggar ini kita berharap generasi muda bisa menyalurkan hobi dan bakat mereka ke arah yang lebih positif. Kita harus bisa mengembalikan tradisi kebudayaan Minangkabau pada gernerasi penerus kita. Tidak saja seni tradisional randai, bahkan saat ini yang mulai terasa hilang adalah mengenai pepatah – petitih yang sangat dikenal bagi orang Minang, ” ujarnya pada padangmedia.com Minggu( 9/4), usai mengunjungi latihan randai di halaman kantor Camat Padang Selatan.
Menurutnya dalam pepatah -petitih Minangkabau terkandung nilai-nilai Islami. Pepatah-petitih adat berisi norma-norma atau aturan-aturan hidup masyarakat Minang sejak zaman dahulu. Sejak zaman nenek moyang orang Minang membuat pepatah-petitih sebagai norma-norma yang mengatur kehidupan masyarakat dengan memakai perumpamaan-perumpamaan mahkluk dan benda-benda di alam dan berdasarkan hukum alam, yang ternyata relevan dengan Syariat Islam.
“Saya lihat sekarang dalam acara meminang, baralek, duduak gala bagi marapulai, di Kota Padang sudah jarang yang menggunakan tradisi pepatah -petitih ini. Padahal ini adalah tradisi adat yang ada di Minangkabau yang harusnya dilestarikan, ” sebutnya.
Menurut Amril, anak-anak sekarang harus tahu mana Kato Nan Ampek, kato mandata, kato mandaki, kato malereng dan kato manurun ( Kata yang empat yakni kata mandatar, kata mendaki, kata melereng dan kata menurun,red). Harus tahu nan ma sawah jo pamatang (harus tahu yang mana sawah dan pematangnya,red). Jadi berbicara ada tempat dan aturan dalam adat budaya di minangkabau.
Hal itu, tambahnya, adalah tanggungjawab ninik mamak agar tradisi itu tidak hilang . Saaat ini, tradisi melamar atau pinang meminang seperi berpidato saja. Kalau tidak disikapi, bisa saja sepuluh tahun kedepan tradisi ini akan hilang terutama di perkotaan.
Lebih lanjut dikatakan, selaku anggota dewan dirinya berharap melalui Komisi IV DPRD yang membidangi soal ini bersama KAN, LKAM, Dinas Kebudayaan dan Dinas Pedidikan untuk bisa dijadikan program pendidikan berkarakter muatan lokal di Minangkabau. Apalagi apalagi pendidikan BAM di sekolah sudah tidak ada saat ini,.
Pendidikan berkarakter kearifan lokal dikaitkan dengan program pemerintah, tentunya melibatkan guru yang ahli dibidangnya. “Kita bisa melibatkan KAN yang ada. Jadi mereka tahu bagaimana berkata dan bersikap santun. Seperti bicara kepada mamak, dan bagaimana mereka harus bersikap. Tahu apa Suku, Datuaknya, tahu gala adatnya, kaumnya,atau pusakonya,” ucap Amril.
Disamping itu, Amril juga berharap pemerintah dapat membuat kurikulum yang mengarah kepada pendidikan berkarakter kearifan lokal yang harus dimasukkan ke sekolah. “Konsepnya berdasarkan adat salingka nagari itu sendiri yang dimasukkan ke pemerintah provinsi dan pusat, ” harapnya.(baim)