Penurunan Pangsa Lapangan Usaha Pertanian Pengaruhi Ketahanan Pangan

puji-atmoko-kepala-bi-sumbar
PADANG – Perkembangan pangsa lapangan usaha pertanian beberapa tahun ke belakang menunjukkan kinerja penurunan. Padahal, peran lapangan usaha pertanian masih memegang peran sangat penting dalam struktur perekonomian nasional, termasuk di Sumatera Barat.

Hal itu mengemuka dan menjadi benang merah dialog pagi di kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumatera Barat lama di Muaro, Padang, Kamis (6/4). Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumatera Barat Puji Atmoko, dalam diskusi tersebut terungkap bahwa lapangan usaha pertanian secara nasional menempati peringkat ketiga dalam struktur ekonomi nasional dengan pangsa sebesar 12,8 persen.

“Namun demikian, tahun 2010, pangsa lapangan usaha pertanian tersebut berada pada angka 13,9 persen. Ini menunjukkan kinerja lapangan usaha pertanian kurang menggembirakan,” kata Puji Atmoko.

Dia menambahkan, kondisi yang sama juga dialami Sumatera Barat. Lapangan usaha pertanian yang merupakan kontributor terbesar ekonomi Sumatera Barat, juga mengalami penurunan pangsa dari 26,0 persen pada tahun 2010 menjadi 23,1 persen pada 2016.

“Kondisi ini berdampak kurang positif bagi upaya untuk mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan serta dalam memelihara stabilitas harga bahan pangan,” ungkapnya.

Puji menyebutkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan kinerja lapangan usaha pertanian. Pertama, maraknya konversi lahan produktif pertanian untuk kegiatan selain pertanian. Kemudian, kualitas infrastruktur pertanian khususnya saluran irigasi sekunder dan tersier yang belum mendukung.

Selanjutnya, akses keuangan bagi para petani juga masih sulit diperoleh, sementara tata niaga dan struktur pasar komoditas pertanian masih memunculkan disintensif bagi petani untuk berproduksi. Panjangnya mata rantai tata niaga komoditas pertanian menyebabkan disparitas harga yang lebar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen.

Kondisi ini juga terjadi di Sumatera Barat yang tercermin dari kesejahteraan petani yang cenderung turun sebagaimana ditunjukkan oleh rata-rata angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang turun dari 106,25 pada tahun 2011 menjadi 97,67 pada tahun 2016,” paparnya.

Diskusi yang dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno tersebut mendatangkan narasumber dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan staf ahli Gubernur Provinsi Jawa Tengah. Dialog pagi ini sekaligus merupakan diseminasi Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Pebruari 2017.

Dalam diskusi tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan yang tujuannya untuk mengatasi permasalahan di bidang pertanian dalam mendukung ketahanan dan kedaulatan pangan serta memelihara kestabilan harga bahan pangan. Antara lain perlu dilakukan upaya koordinatif mulai dari aspek hulu hingga hilir oleh para pemangku kepentingan yang terkait. (feb/*)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *