Beberapa waktu lalu jagat perkucingan sempat dihebohkan karena aksi seorang pemuda milenial di Bondowoso. Setiap malam pulang bekerja dari sebuah kafe, si pemuda melakukan street feeding (memberi makan kucing jalanan) . Banyak komentar terhadap aksinya dan menjadi viral di media sosial.
Namun tak semua hal bisa diviralkan. Karena tak semua orang pula memiliki media social. Begitulah yang dilakukan Upik (40), seorang ibu penjual makanan keliling di Padang. Meski tak pernah viral, ia justru sudah melakukan aksi memberi makan kucing jalanan bilangan tahun. Ia tak peduli apakah mau viral atau tidak karena tak kenal media sosial. Ia juga tak pernah memikirkan apakah kegiatannya diketahui orang atau tidak. Baginya kecintaan kepada kucing, tak perlu publikasi. Keikhlasan dan kecintaan dari hati untuk berbagi meski secuil ikan sisa, adalah kebahagiaan tiada tara.
Upik sangat peduli pada makhluk kesayangan Rasullullah ini. Entah kapan awalnya, ia sendiri lupa karena sudah lama sekali. Sejak masih dikontrakan lama, dikawasan Purus itu ia sudah berkeliling memberi makan kucing. Ia sempat pindah beberapa waktu ke Lubuk Buaya dimana anak dan menantunya tinggal, namun tak bertahan lama. “Saya kepikiran dengan kucing-kucing disini. Meski disana saya juga memberi makan kucing, tapi saya kepikiran dengan mereka disini.. Siapa yang memberi makan mereka? Tentu mereka kelaparan. Akhirnya saya ngontrak lagi masih disekitar Purus, tak jauh dari kontrakan lama,” ungkapnya kepada padangmedia.com, Selasa (20/10/2020).
Ikatan batin Upik dengan kucing-kucing rawatannya, sangat kuat. Begitu mendengar lonceng sepeda Upik, mereka berlarian dari arah pertokoan menuju jalanan. Kawasan Purus, memang dipenuhi toko. Makanya Upik khawatir kalau kucing-kucing itu tidak makan.
Melihat penghasilan dan kehidupannya sehari-hari, Upik tak terbilang mampu. Ia berjualan keliling membawa makanan, kue-kue dan lauk pauk diwilayah Purus, Veteran Dalam, Padang Pasir hingga kawasan Ujung Gurun. Kue dan lauk pauk itu ia ambil dari salah satu rumah makan di Purus, dijajakan ke rumah-rumah, toko dan kampus di sekitar itu. Ia keluar rumah dari jam 10 pagi hingga sore. Sambil lewat ia memberi makan kucing. Tetapi urusan makan kucing ini lebih fokus ia lakukan setelah sore hari.
Jika dihitung jumlah, menurut Upik ada puluhan kucing yang mendapat jatah makannya. Setiap sore, kucing-kucing itu seolah menunggu kehadirannya. Begitu sampai pada titik-titik dimana ia biasa berhenti, Upik membunyikan lonceng sepedanya. Dari balik ruko entah dari mana sebelumnya, kucing itu berlari menghampirinya.
Ketika ditanya dari mana makanan itu ia peroleh, Upik hanya membalas dengan senyuman. Meski hidupnya pas-pasan, namun untuk kebutuhan kucing tetap ia sisihkan. Setidaknya setiap pagi, ia menyiapkan nasi dan ikan seadanya dalam kotak. Makanan itu sebagai persiapan saat ia berjualan menemukan kucing yang tidak terduga. Sementara rutinitas ketika sore setelah jualan, makanan untuk kucing ia ambil dari sebuah rumah makan. “Siang hari banyak orang makan di warung itu. Saya sudah minta sama pemilik warung kalau sisa-sisa makanannya jangan dibuang. Karena mereka tahu untuk kucing, pelayannya sudah memisahkan lauk dan nasi yang bagus dalam wadah. Bahkan kertas-kertas tisunya sudah disisihkan. Jadi saya tinggal membersihkan kalau-kalau ada tulang atau tisu sisa,” tuturnya.
Sehari, menurutnya ia bisa mendapatkan satu kantong besar sisa makanan yang bisa ia bagikan kepada puluhan kucing jalanan. Sayangnya, ketika virus Covid 19 melanda, ada aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat warung tutup. “Warung tempat saya biasa mengambil makanan untuk dijual ikut tutup.. Begitu pula warung tempat mengambil makanan kucing, juga tutup. Beberapa hari saya bingung, mau memberi makan kucing dengan apa? “ keluhnya.
Meski tak tahu lagi harus memberikan apa pada kucing-kucing, ia berusaha menyisihkan uang untuk dibelikan ikan. “Ikan direbus, saya campur dengan nasi. Tulangnya sudah disisihkan. Kadang ada anak saya dari Lubuk Buaya datang mengantar ikan untuk lauk yang seharusnya untuk saya makan, lauk itu saya paruh , saya berikan mereka,” tuturnya.
Diakui Upik, kondisi covid 19 berimbas pada kehidupannya. Sebelum Covid, sebenarnya kehidupan ekonominya juga pas-pasan. Setelah covid apalagi dalam bulan Ramadhan, kesulitan mulai menderanya. Awal-awal Ramadhan itu terasa sangat berat. Baginya berpuasa, tak masalah. Namun bagaimana nasib kucing-kucing dijalanan itu? “Saya memikirkan mereka setiap malam. Pernah sehari saya tidak bisa memberi mereka apa-apa. Saya sedih sekali. Besoknya, saya usaha dengan berhutang pada teman . Saya malah dicemooh. Kata mereka, untuak awak sajo makan susah, kuciang lo yang bapikiakan. (red: untuk makan kita saja susah, kenapa mesti memikirkan kucing). Tapi saya tidak peduli, “ katanya.
Gagal mendapat pinjaman, sambil jalan menuju rumah Upik berdoa mudah-mudahan ada warung buka untuk minta makanan sisa. Doa itu sebenarnya mustahil. Setelah ia pikirkan sekarang, aneh juga. Tapi karena galau, ia berdoa apa saja yang ia ingat agar bisa memberi makan kucing. Jelas mustahil karena dalam bulan puasa siang hari, mana ada warung yang buka. Ia benar-benar galau. Dalam kegalauan itu, Upik nyaris tertabrak mobil. Ia kaget. Mobil itu menepi. Orang didalam mobil itu memanggilnya. Upik cemas, jangan-jangan ia akan dimaki karena berjalan kaki mengambil ruas kendaraan bermotor.
“Saya benar-benar cemas. Tapi saya sudah pasrah. Saya mendekat ke mobil itu. Tiba-tiba dari jendela mobil, orang itu menyodorkan sekantong plastik besar. Terlihat ada beras. Kemudian ia menyodorkan amplop berisi uang, Saya terpana. Sesaat saya linglung. Ketika orang itu bicara, baru saya sadar. Saya tergagap. Untung saya sempat mengucapkan terimakasih sebelum mobil itu pergi,” tambahnya lagi.
Hingga hari ini Upik tak pernah tahu siapa orang yang memberinya sembako dan uang. Yang ia yakini, Allah mengutus seseorang untuk membantu kesulitannya.
Setelah kejadian itu, Upik mengaku rezekinya seolah sudah diatur oleh Allah. Ada saja yang memberikan bantuan entah melalui tangan siapa, tapi sampai ke tangannya. Apalagi penghujung Ramadhan banyak orang membayarkan zakat atau memberi bantuan berupa uang. “Ada-ada saja rezekinya. Saya bisa memberi makan kucing meski tidak melalui warung. Saya masak ikan di rumah dan saya bagikan kepada mereka serba sedikit. Yang penting saya tidak berhenti memberi mereka makan. Pernah saya coba belikan mereka makanan yang dijual di tempat khusus menjual makanan kucing. Ternyata mereka suka. Sejak itu, saya sering memberi mereka makanan khusus kucing,” jelasnya.
Setelah Pembatasan Sosial mulai dibuka, satu persatu warung dan rumah makan mulai dibuka. Tetapi, kata Upik tidak seperti dulu. Banyak orang membeli makanan dibawa pulang. Jadi makanan sisanya tak banyak. Dipihak lain, Upik sudah mulai berjualan. Hanya saja yang ia tawarkan tidak berupa lauk pauk, tetapi lebih banyak kue-kue kering seperti kue bawang, peyek, arai pinang dan lainnya yang tidak cepat basi. Meski tak sebanyak dulu, ia tetap bersyukur masih bisa mendapatkan uang untuk ia belikan makanan bagi kucing-kucing asuhannya. “Alhamdulillah, sampai hari ini saya masih bisa memberi makan mereka. Mereka sudah ada rezekinya. Kemaren ada kelompok pencinta kucing Padang yang memberi makanan kering seperti pelet itu beberapa bungkus. Sejak virus corona, kelompok itu sering mengirimkan makanan kering, katanya sumbangan orang-orang. Bahkan pernah juga saya diberi obat-obatan untuk kucing-kucing yang saya rawat,” jelasnya.
Diakui Upik, ia memang tak banyak tahu soal mengobati kucing-kucing. Pernah sekali waktu kucing yang ia kunjungi di jalan-jalan itu ada yang sakit. Kelihatan lesu dan kurang nafsu makan. Ia lalu menghubungi seseorang dari kelompok pencinta kucing Padang dan meminta petunjuk. Kucing itu dibawanya pulang dan diberi perawatan intensif.
Sejauh ini, Upik memang tak memelihara kucing di rumah. Karena rumah kontrakannya berada di pemukiman yang padat. Menurutnya, tetangga disana banyak yang tidak suka kucing. Pernah sekali waktu, kucing asuhannya dalam kondisi hamil besar. Dibawanya pulang agar nanti melahirkan anak-anaknya bisa terawat dengan baik. Rupanya ada salah satu tetangga yang menjahati induk kucingnya. Upik terpaksa mengurungnya di rumah sampai ia melahirkan. Ketika anak-anaknya sudah mulai besar, Upik membebaskannya kembali. “Saya sebenarnya tidak tega. Tapi membawanya ketempat kontrakan, banyak resiko. Saya terpaksa mengembalikan lagi ke tempat asalnya. Saya tetap mengawasi lebih ekstra,” katanya lagi.
Hingga hari ini pandemi virus covid 19 masih belum usai. Kota Padang termasuk zona merah yang mengharuskan warga tak banyak makan diluar. Upik memilih a memberi makan kucing-kucing dengan makanan pabrikan. Ada saja orang baik yang memberinya uang yang bisa ia belikan makanan kucing. Ia menyebut beberapa nama dari kelompok pencinta kucing Padang yang mensupportnya. “Syukurlah saya dipertemukan dengan kelompok pencinta kucing Padang. Ada Ibu Yuni, Ibu Ema, Ibu Dona, Ibu apa lagi ya,saya tidak hafal semuanya. Mereka sering memberi saya petunjuk kalau ada kucing sakit. Mereka juga mengirim makanan kucing. Saya yakin, bila kita berniat baik, akan ada jalannya. Meski saya bukan orang kaya, saya yakin, Allah akan mengutus orang-orang baik untuk membantu saya,” ungkapnya.
Upik benar. Kuncinya adalah keikhlasan. Tak perlu menunggu kaya bila niat ikhlas untuk berbagi. (nita Indrawati).
Komentar