Mendadak saja, tak diduga! Tiba-tiba dan tak ada tanda-tanda, tiga direksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Padang ‘digusur’ dari jabatannya. Diistilahkan, tak ada badai tak ada hujan perusahaan pelat merah tersebut ‘bakalebuik’.
Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah tiba-tiba saja memberhentikan tiga direksi di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang baru saja menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar Rp12 miliar lebih tersebut. Tak jelas alasan pemberhentian ke tiga direksi tersebut sehingga keputusan itu tentu saja menuai kontroversi.
Tiga direksi yang di ‘rem mendadak’ itu adalah Direktur Utama Suloko, Direktur Teknik Edwar dan Direktur Umum Andi Taswin. Selanjutnya, melalui pelantikan yang dilakukan oleh Sekda Kota Padang Nasir Ahmad, tiga posisi itu di-pelaksana tugas (plt) -kan. Plt Dirut dipegang oleh Muswendri (Kepala Dinas PU Kota Padang), Direktur Teknik dipegang Redi Fikario dan Direktur Umum dialihtugaskan kepada Sri Novayanti.
Sekdako Padang, Nasir Ahmad menjelaskan alasan penggantian berdasarkan rapat Dewan Pengawas dan Pemko dalam rangka reorganisasi. Selanjutnya, untuk menempatkan direksi definitif yang baru akan dibentuk tim seleksi oleh walikota. Selama masa itu, jabatan direksi akan dipegang oleh plt sesuai surat keputusan saat pelantikan.
Penggantian ini jelas mengundang reaksi baik dari ke tiga direksi tersebut maupun dari anggota DPRD Kota Padang. Reaksi yang ditunjukkan oleh ke tiga direksi yang diberhentikan adalah akan mengambil langkah hukum yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sementara Anggota DPRD Kota Padang Faisal Nasir menilai pemberhentian dan penggantian itu sangat janggal. Faisal mendukung upaya Suloko, Edwar dan Andi Taswin melakukan upaya hukum.
Tanpa bermaksud mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, mari bersama-sama mencermati apa yang telah diatur oleh aturan perundang-undangan tentang tatacara pemberhentian dan penggantian jajaran direksi pada organisasi Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM). Adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 2 tahun 2007 tentang Organ dan kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Permendagri tersebut memiliki konsideran antara lain UU nomor 5 tahun 1962, UU nomor 32 tahun 2004 seperti telah diubah melalui UU nomor 3 tahun 2005. Kemudian ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Iota Kerja Departemen Dalam Negeri.
Dalam Permendagri tersebut pada pasal 15, 16 dan pasal 17 telah jelas mengatur bagaimana tata cara pemberhentian direksi. Pasal 15 ayat (1) Direksi berhenti karena (a) masa jabatannya berakhir dan (b) meninggal dunia. Ayat (2) Direksi diberhentikan karena: (a) permintaan sendiri, (b) reorganisasi, (c) melakukan tindakan yang merugikan PDAM, (d) melakukan tindakan atau bersikap yang bertentangan dengan kepentingan daerah atau negara, (e) mencapai batas usia 60 tahun, dan (f) tidak dapat melaksanakan tugasnya. Ayat (3) Pemberhentian Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Pada pasal tersebut, bisa saja tidak menjadi persoalan karena bisa saja kepala daerah dalam hal ini Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah berpatokan kepada reorganisasi seperti ayat (2) huruf (b). Namun pada Pasal 16 menjabarkan secara jelas aturan main pemberhentian dan penggantian direksi PDAM.
Pada ayat (1) Direksi yang diduga melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c dan huruf d diberhentikan sementara oleh Kepala Daerah atas usul Dewan Pengawas untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. Ayat (2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah disertai dengan alasan dan diberitahukan kepada yang bersangkutan.
Selanjutnya Pasal 17 menjelaskan pada ayat (1) Paling lambat 1 (satu) bulan sejak pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Dewan Pengawas melakukan sidang yang dihadiri oleh Direksi untuk menetapkan yang bersangkutan diberhentikan atau direhabilitasi. Ayat (2) Dewan Pengawas melaporkan kepada Kepala Daerah hasil sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan Kepala Daerah untuk memberhentikan atau merehabilitasi.
Ayat (3) Apabila dalam persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direksi tidak hadir tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dianggap menerima hasil sidang Dewan Pengawas. Ayat (4) Apabila perbuatan yang dilakukan oleh Direksi merupakan tindak pidana dengan putusan bersalah dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang bersangkutan diberhentikan dengan tidak hormat.
Memperhatikan pasal-pasal pada Permendagri tersebut, Pemko Padang sebaiknya menjelaskan apa alasan pemberhentian jajaran direksi PDAM Kota Padang tersebut. Penjelasan ini agar tidak menimbulkan asumsi dan persepsi, praduga dan prasangka. Tentu saja alasan pemberhentian dikembalikan kepada aturan perundang-undangan yang berlaku! Sehingga tidak ada prasangka, tak ada fitnah! Semua bisa menerima dan memahami alasan Pemko Padang melakukan semua itu! (*)