
PASAMAN – Beberapa pejabat di Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman dipanggil pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat belum lama ini untuk mengklarifikasi dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit Pratama Kabupaten Pasaman tahun 2017.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman, Amdarisman kepada padangmedia, Kamis (25/1) membenarkan beberapa pejabat lainnya di lingkungan Dinkes setempat dipanggil secara resmi oleh Polda Sumbar atas kisruh pengadaan Alkes tersebut.
“Benar, beberapa pejabat seperti Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan pihak Unit Layanan Pengadaan (ULP) telah dipanggil pihak Polda Sumbar beberapa waktu lalu,” terangnya.
Terkait pemanggilan dirinya, Amdarisman berdalih bahwa dirinya dipanggil secara resmi oleh pihak Polda Sumbar. Pemanggilan, katanya, hanya sebatas klarifikasi saja.
“Secara resmi saya tidak dipanggil, hanya saja saya dipanggil untuk dimintai klarifikasi dalam hal tersebut,” ucapnya.
Kisruh pengadaan alat kesehatan yang membuat Amdarisman dikejar-kejar wartawan dan rekanan itu terjadi pada tahun 2017 lalu. Saat itu, Dinas Kesehatan Pasaman mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pengadaan fisik Rumah Sakit Pratama senilai Rp13 miliar dan pengadaan alat kesehatan sekitar Rp15 miliar.
Dalam proses pembangunan fisik itu diduga terlambat untuk dilakukan proses lelang. Hingga akhirnya kontrak kerja baru bisa ditandatangani tiga hari sebelum batas waktu ditentukan.
“Sesuai aturan, untuk bisanya dana DAK diproses, kontrak dengan rekanan selambat-lambatnya tanggal 31 Agustus. Karena adanya keterlambatan dari instansi terkait, kontrak baru bisa disetujui pada 28 Agustus 2017 lalu,” terangnya.
Lebih lanjut Amdarisman menjelaskan, polemik pun terjadi saat pengadaan alat kesehatan rumah sakit yang juga bersumber dari DAK.
“Sebenarnya saat menandatangani itu, saya ambil risiko. Saya menyadari, separuh kaki saya di penjara. Sebab, jika alat kesehatan tetap diadakan, sementara fisik rumah sakit tidak ada yang menjamin selesai hingga masa di kontrak pada akhir 2017 kemarin. Namun risiko itu saya ambil, saya tetap menindaklanjuti pengadaan alat kesehatan,” kata Amdarisman.
Konflik akhirnya muncul saat alat kesehatan yang diadakan berhasil. Dana DAK untuk itu tak bisa dicairkan.
“Dananya Rp15 miliar. Saya tetap mengklik pengadaan alat kesehatan setelah berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti pihak keuangan hingga pihak KPPN. Ini tidak menyalahi aturan, hanya saja kami terpaksa mencarikan dana ini di tahun ini. Apakah itu melalui silpa nantinya atau di APBD Perubahan. Di situlah jalan satu-satunya,” tukasnya.
Ia juga mengatakan bahwa risiko yang diambilnya itu semuanya dilakukan demi kebaikan Pasaman di bidang kesehatan.
“Tidak ada apa-apanya. Semua demi kebaikan. Memang, jika tidak terkejar oleh waktu dana DAK kembali ke pusat. Namun kami tidak ingin itu terjadi,” ucapnya. (riki)