PADANG – Setelah dikembalikan kepada pemerintah daerah tahun lalu, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pemerintahan Nagari kembali diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat. Ranperda ini merupakan tindaklanjut dari pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa.
Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno bersama Wakil Gubernur Nasrul Abit menyampaikan Nota Pengantar Ranperda Nagari kepada DPRD pada rapat paripurna, Rabu (5/4). Rapat paripurna dipimpin Ketua DPRD Hendra Irwan Rahim bersama para wakil ketua yaitu Arkadius Datuak Intan Bano, Darmawi dan Guspardi Gaus. Irwan Prayitno didampingi Wakil Gubernur Nasrul Abit.
Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Hendra Irwan Rahim dalam sambutan pembuka menyatakan, berbicara pemerintahan nagari, tidak saja mengenai masalah pemerintahan administrasi tetapi juga harus mengakomodir nagari sebagai kesatuan adat. Ranperda ini sebelumnya sudah dilakukan pembahasan di DPRD namun dikembalikan kepada pemerintah daerah untuk disempurnakan.
“Mengingat dalam tata tertib DPRD, Ranperdaa yang tidak mendapatkan kesepakatan bersama pemerintah daerah dan DPRD tidak bisa diajukan pada masa sidang yang sama, maka Ranperda Nagari yang sudah dibahas pada tahun 2016 dan dikembalikan baru bisa diajukan kembali pada masa sidang tahun 2017 ini,” kata Hendra.
Dia berharap, Ranperda yang diajukan kembali tersebut sudah mengalami penyempurnaan yang relevan dengan sistim pemerintahan terendah di Sumatera Barat.
Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit dalam penyampaian nota pengantar Ranperda Nagari menjelaskan, dasar hukum dari Ranperda Nagari adalah dalam Pasal 18 UUD 1945 tercantum bahwa negara mengakui hak-hak hukum adat serta beberapa aturan lainnya. Adanya pengakuan hak-hak atas hukum adat membuka peluang
Ranperda Nagari nantinya akan mengatur sistim pemerintahan terendah di Sumatera Barat berdasarkan desa adat dengan nama Nagari. Terkait dikembalikannya Ranperda tersebut sebelumnya, menurut Nasrul adalah karena masih ada hal-hal yang belum menemui kesamaan pandangan sehingga dikembalikan untuk penyempurnaan sambil menunggu petunjuk lebih lanjut dari pemerintah pusat.
Dia menerangkan, nagari bukan saja sebagai pemerintahan administrasi tetapi adalah merupakan kesatuan hukum adat yang perlu diberikan payung hukum sesuai dengan aturan perundang-undangan yang mengatur masalah sistim pemerintahan desa adat. Ranperda ini nantinya akan menjadi pedoman bagi pemerintah kabupaten dan kota untuk mengatur sistim pemerintahan terendah di wilayah masing-masing.
Meski demikian, satu kabupaten di Sumatera Barat yaitu Kepulauan Mentawai memiliki pasal aturan tersendiri di dalam Ranperda Nagari. Hal ini, karena Kepulauan Mentawai menggunakan sistim pemerintahan desa dengan nama desa adat sebagai pemerintahan terendah.
“Khusus untuk Kepulauan Mentawai memiliki aturan sendiri yang diakomodir di dalam Ranperda Nagari karena penyebutkan pemerintahan terendah di kabupaten tersebut adalah pemerintahan desa,” terangnya.
Ranperda Nagari yang diajukan kembali kepada DPRD untuk dibahas tersebut terdiri dari lima BAB dan 18 pasal. Antara lain memuat tentang struktur kelembagaan, sistim penetapan kepala pemerintahan, pembentukan desa adat di Kepulauan Mentawai serta ketentuan tentang pengalihan status pemerintahan sebelumnya kepada sistim pemerintahan nagari.
Rapat paripurna tersebut, selain penyampaian Nota Pengantar Ranperda Nagari sekaligus peyampaian Ranperda perubahan ketiga atas Perda Nomor 4 tahun 2013 tentang Pajak Daerah. Selain itu, rapat paripurna juga beragendakan penyampaian Nota Pengantar Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) tahun anggaran 2016.(feb)