PADANG – Tidak dianggarkannya Komisi Informasi dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat karena tidak ada payung hukum. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2016 lembaga tersebut tidak disebut sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Yeflin Luwardi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat menjelaskan, sudah berupaya melakukan konsultasi dalam rangka mencari solusi.
“Kami sudah melakukan upaya, berkonsultasi ke kementerian namun akhirnya tetap tidak bisa karena aturannya yang tidak ada,” keluhnya, Selasa (10/1).
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat Aristo Munandar mengakui kelemahanya pada aturan sebagai payung hukum untuk dianggarkan.
“Walaupun pemerintah daerah dan DPRD mempersiapkan anggaran, kalau aturannya tidak jelas, dalam pelaksanaannya akan bermasalah. Bisa jadi temuan,” kata Aristo usai rapat dengar pendapat tersebut.
Dia menegaskan, persoalannya bukan dianggarkan pemerintah daerah atau tidak. Bukan begitu persoalannya.
“Tapi persoalannya bagaimana direalisasikan kalau regulasinya tidak ada,” katanya.
Dia menjelaskan, regulasi keberadaan KI dan KPID ada Undang-Undang (UU), jadi lembaga itu harus ada. Buktinya, KI dan KPID di Sumatera Barat ada.
“Maksudnya regulasi, UU ada sehingga lembaga itu ada, tapi regulasi anggarannya tidak ada. Dalam OPD tidak ada sehingga tidak bisa jadi OPD sendiri,” jelasnya.
Meski demikian, Aristo menegaskan, DPRD dan Pemerintah daerah berharap eksistensi lembaga KI dan KPID harus tetap ada. Untuk itu, pemerintah daerah dan DPRD akan berusaha mencari solusi sehingga persoalan ini bisa diselesaikan pemerintah pusat.
“Kalau masalah anggaran, tidak menjadi persoalan sepanjang masalah regulasi atau payung hukumnya ada. Kalau tidak ada surat resmi, anggarannya nanti bisa jadi temuan BPK. Ini yang kita minta ketegasan,” ujarnya.
Dia mengulas, keberadaan dua lembaga ini (KI dan KPID) sangat penting. Di era reformasi, keterbukaan informasi publik sudah menjadi keniscayaan sehingga peran KI sangat penting. Begitu juga KPID sebagai lembaga yang mengawal lembaga-lembaga penyiaran.
“Melihat peran dan fungsinya sangat penting ke dua lembaga ini bagi daerah karena merupakan kepentingan masyarakat. Keterbukaan informasi, pengawalan konten siaran di lembaga-lembaga penyiaran, siapa yang akan mengawal kalau lembaga ini tidak ada?” tanyanya.
Aristo menyebutkan kesimpulan rapat dengar pendapat dengan OPD terkait tersebut menghasilkan kesepakatan meminta pemerintah pusat untuk mengeluarkan surat penegasan terkait pembiayaan ke dua lembaga tersebut. Kalau kewenangannya ada di pemerintah pusat tentu pembiayaannya melalui APBN.
“Tapi kalau kewenangannya di daerah harus ada surat resmi karena di dalam PP 18 tahun 2016 tentang OPD tidak ada. Ini yang menjadi kesepakatan dalam rapat tadi,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, KI dan KPID tidak mendapatkan alokasi anggaran dari APBD Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. KPI dibentuk berdasarkan UU nomor 32 tahun 2002 dan KI berdasarkan UU nomor 14 tahun 2008. Dalam UU tentang dua lembaga tersebut, untuk tingkat pusat dibentuk oleh pemerintah didanai dengan APBN. Sedangkan di daerah dibentuk oleh pemerintah daerah dan dianggarkan melalui APBD.
Namun, dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2016 tidak menyebutkan dua lembaga tersebut. Termasuk juga yang tidak ada dalam PP nomor 18/ 2016 adalah Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh) dan Sekretariat KORPRI.
Persoalan ini menimbulkan persoalan bagi pemerintah daerah karena kalau dianggarkan akan menyalahi aturan sementara kalau tidak dibiayai, lembaga tersebut ada. Bahkan, saat ini, KPID Provinsi Sumatera Barat tengah melakukan seleksi calon komisioner untuk periode berikutnya sudah sampai pada tahap fit and propert test di DPRD. (feb)