JAKARTA- Sektor Jasa Keuangan (SJK) dan pasar modal Indonesia hingga akhir tahun 2021 tetap terjaga, stabil dan terus membaik. Kondisi itu didorong oleh terkendalinya pandemi Covid-19, pulihnya mobilitas dan meningkatnya kegiatan perekonomian.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, stabilitas SJK tetap terjaga diiringi dengan fungsi intermediasi perbankan. Sementara penghimpunan dana di pasar modal juga terus membaik.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso melalui siaran pers OJK yang diterima Kamis (30/12/2021) menyebutkan, penghimpunan dana di pasar modal hingga 24 Desember tercatat sebesar Rp358,4 triliun.
“Penghimpunan tersebut merupakan nilai tertinggi sepanjang sejarah, dengan emiten baru tercatat sebanyak 55 emiten. Mayoritas digunakan sebagai modal kerja,” kata Wimboh.
Sementara itu, lanjutnya, fungsi intermediasi perbankan pada November 2021 tumbuh sebesar 4,82 persen year on year (yoy) atau 4,17 persen year to date (ytd) didorong peningkatan pada kredit UMKM dan ritel.
Indikator perekonomian domestik juga menunjukkan perbaikan yang terus berlanjut. Wimboh menyebut, indikator-indikator sektor riil seperti Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur, Indeks Keyakinan Konsumen, Penjualan Kendaraan, dan lowongan pekerjaan terus meningkat.
Sektor eksternal juga terus membaik, ditunjukkan oleh surplus neraca perdagangan dan peningkatan cadangan devisa. Menurut Wimboh, hal itu diperkirakan dapat menyediakan buffer untuk meredam dampak normalisasi kebijakan moneter bank sentral utama khususnya The Fed.
Sejalan dengan itu, pasar saham Indonesia masih menguat. Hingga 24 Desember 2021, IHSG tercatat menguat sebesar 0,4 persen month to date (mtd) ke level 6.563 dengan non residen mencatatkan inflow sebesar Rp0,94 triliun. Sementara di pasar SBN, non residen mencatatkan outflow sebesar Rp24,99 triliun sehingga mendorong rata-rata yield SBN naik 8 bps mtd pada seluruh tenor.
Melirik industri perbankan, mayoritas sektor utama kredit mencatatkan kenaikan terutama pada sektor pengolahan dan rumah tangga masing-masing sebesar Rp24,9 triliun dan Rp9,1 triliun. Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,48 persen yoy atau 9,98 persen ytd.
Pada Industri Keuangan Non Bank (IKNB), sektor asuransi berhasil menghimpun premi pada bulan November 2021 sebesar Rp26,1 triliun dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp16,3 triliun, serta asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp9,8 triliun.
Selain itu, Fintech peer to peer (P2P) lending pada November 2021 terus mencatatkan pertumbuhan outstanding pembiayaan sebesar 106,6 persen yoy atau meningkat Rp1,2 triliun (ytd: Rp13,8 triliun). Piutang perusahaan pembiayaan tercatat relatif stabil pada level Rp363 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada November 2021 masih terjaga dengan rasio Non Performing Loam (NPL) net tercatat turun menjadi 0,98 persen (NPL gross: 3,19 persen) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan tercatat sebesar 3,92 persen.
Sementara restrukturisasi kredit Covid-19 masih melanjutkan tren penurunan di November 2021. Kredit restrukturasi Covid-19 tercatat sebesar Rp 693,62 triliun (Oktober 2021: Rp 714,01 triliun). Jumlah debitur restrukturisasi Covid juga menurun dari 4,4 juta debitur menjadi 4,2 juta debitur.
Sedangkan, Posisi Devisa Neto (PDN) November 2021 tercatat sebesar 1,60 persen atau berada jauh di bawah threshold sebesar 20 persen.
Selain itu, likuiditas industri perbankan pada November 2021 masih berada pada level yang memadai. Hal tersebut terlihat dari rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit dan Alat Likuid/DPK masing-masing sebesar 154,90 persen dan 34,24 persen, di atas ambang batas ketentuan masing-masing pada level 50 persen dan 10 persen.
Dari sisi permodalan, lembaga jasa keuangan juga mencatatkan permodalan yang semakin membaik. Industri perbankan mencatatkan peningkatan Capital Adequacy Ratio (CAR) menjadi sebesar 25,62 persen atau jauh di atas threshold.
Industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Base Capital (RBC) yang terjaga sebesar 589,5 persen dan 322,9 persen, berada jauh di atas threshold sebesar 120 persen. Begitu juga pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 1,91 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali.
“OJK secara konsisten melakukan asesmen terhadap perekonomian dan sektor jasa keuangan bersama dengan pemerintah dan otoritas terkait lainnya serta para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong momentum akselerasi pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, OJK terus melakukan sinergi dan koordinasi dengan berbagai kementerian/ lembaga, pemerintah daerah dan industri jasa keuangan. Berbagai kegiatan dilakukan untuk menggerakkan UMKM, pengembangan KUR klaster, bank wakaf mikro dan vaksinasi massal. (*/Febry)