PADANG – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Muhammad menegaskan, etika bukan sekedar salah atau benar, tetapi lebih kepada nilai patut atau tidak patut.
Hal itu diungkapkan Muhammad dalam Ngetren (Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu) dengan media di Padang, Selasa (29/9/2020) malam.
“Etika, kode etik, bukan soal salah atau benar. Tetapi lebih kepada nilai patut atau tidak patut,” katanya.
Muhammad menerangkan, semua pelanggaran hukum atau pidana, merupakan pelanggaran etika. Tetapi, tidak semua pelanggaran etika merupakan pelanggaran pidana.
Terkait etika penyelenggara pemilihan, dia mencontohkan, seorang penyelenggara Pemilu, makan di sebuah restoran. Kebetulan ada peserta pemilu atau tim pemenangan dan ikut makan bersama.
“Secara hukum, tidak ada yang dilanggar karena rumah makan atau restoran merupakan tempat umum, tetapi tidak demikian dari sisi etika penyelenggara. Itu merupakan hal yang tidak patut,” ulasnya.
Dalam kesempatan itu, Muhammad juga mengungkapkan terkait regulasi pemilihan di Indonesia. Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang paling sering mengubah UU tentang pemilihan.
“Dibanding banyak negara lain di dunia, Indonesia merupakan negara yang paling sering melakukan perubahan UU pemilihan. Hampir setiap pemilihan, terjadi perubahan,” kata Muhammad.
Menurut Muhammad, sebagian residu masalah dari proses pemilihan, adalah karena regulasi.
Dia memaparkan, sebuah regulasi yang baik, idealnya memenuhi beberapa prinsip. Pertama tidak boleh multitafsir. Kedua, tidak boleh tumpang tindih. Tidak boleh ada kekosongan hukum serta dapat dilaksanakan dengan baik.
Ngetren Media yang digelar DKPP tersebut dihadiri oleh sekitar 25 orang wartawan dari berbagai media massa di Sumatera Barat. DKPP membatasi peserta terkait penerapan protokol kesehatan Covid-19. (Febry)
Komentar