PADANG- Pemberian gelar kehormatan oleh pihak Kerajaan Pagaruyung disayangkan Muchdan Taher Bakrie. Pemberian gelar tersebut dikatakan tidak oleh orang yang berhak karena bukan keluarga kerajaan.
Muchdan Taher Bakrie, yang mengaku merupakan generasi kelima dari raja terakhir Minangkabau Sultan Alam Bagagarsyah, mengungkapkan, Taufik Thaib bukanlah keluarga kerajaan yang berhak memberikan gelar kehormatan kerajaan. Ia mengaku sebetulnya tidak mempermasalahkan pemberian gelar, hanya menyayangkan karena diberikan oleh orang yang tidak berhak.
Muchdan Taher Bakrie atau Duli Yang Mulia Paduka Sri Baginda Sultan Muchdan Taher Bakrie gelar Sultan Alam Bagagarsyah Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung Minangkabau didampingi oleh beberapa orang yang berasal dari “rajo duo selo”, Raja Adat dan Raja Ibadat dari Sumpur Kudus dan Pulau Punjung serta beberapa perwakilan dari Kampar (Riau) dan Muara Takus (Jambi) datang ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Selasa (18/3).
Diterima Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Bano, Muchdan memaparkan kisah singkat mengenai ihwal silsilah raja Pagaruyung terakhir hingga sampai kepada generasi ke lima atau kepadanya. Menurutnya, Sutan Taufik (Taufik Thaib, red) bukanlah dari garis keturunan raja sehingga ia menyayangkan pemberian gelar kehormatan yang telah diberikan oleh orang yang tidak berhak.
“Sutan Taufik bukan raja dan tidak pernah dinobatkan sebagai raja di Pagaruyung. Ini bukan perselisihan pribadi antara saya dengan Sutan Taufik tetapi adalah dalam upaya meluruskan sejarah,” ujarnya.
Ia mengaku, sebelumnya beberapa kali sempat diajak oleh Sutan Taufik yang memanggilnya dengan sebutan “Oom” (paman) untuk menghadiri pertemuan-pertemuan. Ia juga masih diam ketika beberapa kali Sutan Taufik memberikan gelar kehormatan. Namun ketika salah seorang Wakil ketua DPR RI akan diberikan gelar ia mulai tidak sependapat. Ia menyampaikan bahwa gelar kehormatan itu belum tepat disandangkan, namun Sutan Taufik bersikeras.
“Akhirnya saya datang ke Istana Si Linduang Bulan untuk menyampaikan hal ini dan saya tidak lagi hadir dalam kegiatan yang dilakukan oleh Sutan Taufik,” katanya.
Sekali lagi ia tegaskan, bahwa apa yang dilakukan saat ini adalah meluruskan sejarah. Ia tidak ingin masyarakat Sumatera Barat memahami sejarah yang keliru. Soal pemberian gelar kehormatan selama ini, Muchdan yang saat ini sudah berusia 73 tahun ini berpendapat bukan tidak patut tetapi persoalannya adalah siapa yang memberikan.
“Pemberian gelar terhadap sejumlah pejabat dan tokoh-tokoh besar selama ini bukannya tidak patut namun persoalannya adalah siapa yang memberikan. Ini hanya upaya meluruskan sejarah yang sudah hampir 200 tahun sejak Perjanjian Bukik Marapalam tahun 1835,” ungkapnya.
Muchdan Bakrie juga menyayangkan rencana pemberian gelar kehormatan kepada Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno. Seorang Kepala Daerah di Minangkabau sendiri akan diberikan gelar oleh orang yang tidak patut memberikannya.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Bano, terkait kedatangan Duli Tuanku Raja Alam Pagaruyung tersebut menuturkan, jangan sampai generasi keliru memahami sejarah. Untuk itu kepada rajo tigo selo di Sumpua Kudus dan Tuanku Sati Pulau Punjuang untuk mendudukkan persoalan ini.
“Untuk meluruskan hal itu, yang bisa melakukannya adalah unsur dari apa yang disebut rajo tigo selo di Sumpur Kudus dan Pulau Punjung. Jadi hendaknya hal ini dapat ditelusuri sehingga jelas agar masyarakat tidak keliru dalam memahami sejarah,” katanya.
Secara pemerintahan sekarang ini, Arkadius menerangkan, Pemerintahan daerah Provinsi Sumatera Barat (Pemerintah dan DPRD) telah melahirkan Perda Pelestarian Adat dan Budaya Alam Minangkabau. Perda ini dilahirkan dalam rangka melestarikan adat dan budaya termasuk sejarah Minangkabau, meskipun pelaksanaannya belum optimal karena di sisi lain masih ada Perda lain berkaitan yang sedang dibahas yaitu Perda Nagari.
Dalam kesempatan itu, Muchdan Bakrie menyampaikan satu berkas di dalam amplop berisi ranji silsilah keturunan Raja Pagaruyung kepada Wakil Ketua DPRD Arkadius. Diharapkan Muchdan, penyampaian keterangan dalam pertemuan yng diperkuat dengan berkas tersebut dapat menjadi momen perintis dalam upaya meluruskan sejarah raja-raja Pagaruyung dan keturunannya. (feb)
Ass Wr.Wb. ..sy Teddy Kurniyanda cucu Sutan Djamaloeddin, sy ingi bertanya apakah betul ditahun 1932-1974 Maharaja bernama Sutan Marah Dirajo Zulkarnaen atau Syarif Marah Datok Zulkarnaen?..apakah istri Maharaja berdarah eropa?.Apakah Maharaja punya anak sebagai Demang / Datuk Sebatang Perpatih Nan Bertuih di Bunga Tanjung sampai Telaga Berulah bernama Sutan Marah Noulan Firmansyah?..Apakah betul Demang tsb punya anak Sutan Marah Dirajo Zulkifli dan Sitan Sati Hariansyah?…terima kasih sebelumnya ..Mohon maaf jika ada kata2 yg kurang berkenan.
Salam. Saya ingin mendalami dan mengetahui tentang silsilah kerajaan ini, karena konon katanya almarhum kakek saya adalah keturunan raja pagaruyung. Mohon maaf, saya ingin bertanya. Apakah pada zaman dahulu di Kerajaan Pagaruyung ada seorang putri raja yang setiap kali keluar istana pasti jalanan penuh dengan koin emas? Apabila ada, siapa nama putri itu? Dan apabila ada yang mengetahuinya, saya mohon bantuan untuk memberi komentar atau membalas post ini. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih.