AGAM – Banyak kalangan menilai, langkah yang diambil Pemkab Agam untuk menata dan mengurangi jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, tidaklah suatu hal yang mudah. Pasalnya, KJA sudah merupakan tonggak ekonomi anak nagari salingka danau.
Tidak gampang mengurangi jumlahnya, bahkan kini yang terjadi sebaliknya. Setiap saat, ada saja KJA baru yang ‘lahir.’
Menurut pengamat sosial setempat, Effendi Ssos, mengurangi jumlah KJA untuk kepentingan Pariwisata, sangatlah tidak mungkin. Karena, diterima atau tidak, anak angari salingka danau lebih memilih KJA dari pada sektor pariwisata. KJA jelas menguntungkan banyak warga, ketimbang sektor pariwisata.
“Pariwisata hanya menguntungkan segelintir warga, tidak seperti KJA,” ujarnya kepada padangmedia.com di Lubuk Basung, Senin (21/3).
Dikatakannya, pariwisata hanya menguntungkan pengusaha penginapan dan hotel. Di sisi lain, pariwisata lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.
“Pariwisata bersih, bebas aroma maksiat dan sejenisnya, hanya cerita. Karena, Pemkab Agam tidak memiliki kemampuan untuk mencegah prostitusi di hotel berbintang. Itu sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri,” ujarnya pula.
Hal senada juga disampaikan warga lainnya, Lukman. Menurutnya, Pemkab Agam melalui Satpol PP memang berhasil memberantas praktek prostitusi pada penginapan dan home stay. Apalagi kala dipimpin Olkawendi. Semua penginapan dan homestay kala itu, bisa dikatakan nyaris bersih dari maksiat.
Namun, apakah maksiat habis di Agam, khususnya di Kecamatan Tanjung Raya? Sama sekali tidak. Ternyata praktek prostitusi hanya berpindah dari penginapan dan homestay ke hotel berbintang, ujarnya.
Kini, Pemkab Agam berniat mengurangi jumlah KJA, dari 23.566 petak menjadi 6.000 petak sampai tahun 2021. Artinya, dalam tempo 5 tahun, KJA di Danau Maninjau akan dihapuskan sebanyak 17.566 petak atau dalam tempo 1 tahun, KJA akan dihapuskan sekitar 3.500 petak dari Danau. (fajar)