Sebak duka menggantung di langit Sumatera, mendengar kabar kepergian Sang Pujangga. Sore kelabu kabar menggema, Darman Moenir, telah menghadap Sang Pencipta.
Kabar duka kepergian Sastrawan yang telah menorehkan ratusan karya itu disampaikan oleh salah seorang anak almarhum, Tahtiha Darman Moenir. Tahtiha berkabar, Darman Moenir, Sang Ayah, telah berpulang ke Rahmatullah sekitar pukul 14.40 Wib, Selasa (30 Juli 2019).
“Inna lillahi wa Inna Ilaihi Rajii’un. Telah wafat orang tua laki-laki kami, Ayahanda tercinta Darman Moenir, hari ini, 30 Juli 2019 di RSUP M Djamil Padang, jam 14.40 WIB. Mohon dimaafkan segala kesalahan beliau,” tulis Tahtiha di dinding akun jejaring sosialnya.
Kabar itu sontak mengguncang jagad sastra dan budaya. Tidak saja insan sastra dan budaya Sumatera Barat, tetapi juga dari seluruh tanah air.
Darman Moenir, lahir di Sawah Tangah, Batusangkar Kabupaten Tanahdatar 27 Juli 1952. Almarhum mulai aktif menulis sejak usia 18 tahun. Anak pasangan Moenir dan Sjamsidar ini mengenyam pendidikan menengah di Sekolah Menengah Seni Rupa Indonesia (SMSRI).
Kemudian menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Bahasa Inggris di Akademi Bahasa Asing (ABA) tahun 1974. Meskipun sempat kuliah lima semester di Fakultas Sastra Universitas Bung Hatta untuk jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, namun program Diploma 4 (D4) jurusan Bahasa Inggris diselesaikannya di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Prayoga tahun 1989.
Novel bertitel “Bako” adalah satu dari deretan ratusan goresan tinta Darman Moenir yang terkenal. Novel ini dinobatkan sebaPemenang Utama Sayambera Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1980 dan diterbitkan Balai Pustaka tahun 1983. Selain itu, dengan novel ini, Darman Moenir juga meraih beberapa penghargaan lainnya.
Sepanjang perjalanan hidupnya sebagai seorang sastrawan, Darman Moenir telah menulis ratusan karya berupa cerita pendek, novel, puisi hingga esai dan terjemahan. Tulisannya telah dimuat di berbagai media cetak nasional dan surat-surat kabar terbitan Sumatera Barat. Sebutlah Harian Kompas, Media Indonesia, Sinar Pagi, Republika, Jurnal Nasional, Suara Pembaruan, Suara Karya, Sinar Harapan, Pelita, Analisa (harian terbitan Medan), Berita Minggu (terbitan Singapura) tercatat pernah memuat karya-karyanya. Juga ada Majalah Horison, Kalam, Panji Masyarakat, Kartini, Pertiwi, Tabloid Nova serta berbagai suratkabar terbitan Sumatera Barat.
Selain novel Bako, karya lainnya buah tangan Sastrawan yang pernah meraih Hadiah Sastra dari Pemerintah RI tahun 1992 ini antara lain Gumam yang merupakan novel pertamanya yang mendapat rekomendasi DKJ tahun 1976. Dendang diterbitkan Balai Pustaka (1988). Aku Keluargaku Tetanggaku meraih hadiah II Sayembara Novel Kartini tahun 1986 diterbitkan Balai Pustaka tahun 1993.
Kemudian, ada Andika Cahaya diterbitkan Akar Indonesia (2012). Selain itu ada Riak, Krit dan Sena, Paco – Paco (belum terbit). Ada juga novel kepahlawanan untuk bacaan anak-anak, Surat dari Seorang Prajurit 45 kepada Cucunya dan Di Lembah Situjuah Batua diterbitkan Angkasa Raya (1992).
Darman Moenir memimpin Grup Studi Sastra Krikil Tajam tahun 1973, ikut mengasuh Grup Bumi bersama Wisran Hadi dan lain – lain pada tahun 1976. Dengan Individual Grant dari The Ford Foundation, tahun 1987 Darman mengadakan penelitian tentang tambo Minangkabau untuk ditransliterasi dari aksara Arab ke aksara latin dan diterjemahkan dari Bahasa Minangkabau ke Bahasa Indonesia.
Dia juga menerjemahkan beberapa tulisan dan karya sastra dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia seperti novel Negeri Hujan, nominasi hadiah Nobel di bidang Sastra karya Pira Sudham (Thailand). Terjemahan ini diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia.
Sementara itu, kumpulan cerita pendek (cerpen) Darman Moenir, Jelaga Pusaka Tinggi diterbitkan Angkasa Bandung tahun 1997. Pengantar Kumpulan Cerpen Jelaga Pusaka Tinggi ditulis oleh HB Yassin. Kumpulan Puisi Kenapa Hari Panas Sekali? diterbitkan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam.
Beberapa sajaknya masuk dalam tonggak 4, Antologi Puisi Indonesia Modern (ed. Linus Suryadi A. G). Cerpennya dimuat dalam antologi Cerpen-Cerpen Nusantara Mutakhir (Kuala Lumpur, 1991, ed. Suratman Markasan). Satu esainya dimuat dalam Asian Writers on Literature and Justice (Manila, 1982).
Tahun 1974, Darman Moenir menghadiri pertemuan Sasatrawan Indonesia II di Jakarta. Dia juga hadir di Hari Sastra di Ipoh, Malaysia tahun 1980. Darman Moenir terpilih untuk menghadiri Konferensi pengarang Asia yang diselenggarakan Pen Club di Manila, Pilipina tahun 1981.
Tahun 1982, Darman Moenir ikut dalam pertemuan Dunia Melayu di Melaka. Setahun kemudian, dia memprakarsai pertemuan penyair ASEAN di Denpasar, Bali. Tahun 1985, ia menjadi peserta Second Conference on Malay World di Kolombo, Sri Lanka. Mengikuti International Writing Program di Iowa City dan International Visitor Program keliling Amerika Serikat, pada Musim Gugur, 1988. Menghadiri Pertemuan Sastra Nusantara VII di Singapura dan jadi peserta Kongres Kesusasteraan tahun 1991 di Jakarta.
Darman Moenir juga tercatat sebagai salah seorang yang ikut menggagas dan memaklumatkan tanggal 3 Juli sebagai Hari Sastra Indonesia di Bukittinggi pada tanggal 24 Maret 2013. Ia juga ikut memvalidasi terjemahan kitab suci Alquran ke dalam Bahasa Minangkabau serta bersama Tim Sembilan mendirikan Pusat Kebudayaan Minangkabau.
Selain sebagai penulis, pekerjaan yang pernah dilakoni Darman Moenir selama masa perjalanan hidupnya antara lain sebagai seorang guru Bahasa Inggris di Ruang Pendidik INS Kayu Tanam, Wartawan tetap di Harian Haluan tahun 1975 sampai tahun 1982. Kemudian menjadi wartawan paruh waktu dan kolumnis sejak tahun 1982 sampai 1991, wartawan Harian Semangat tahun 1992-1995 dan menjadi Redaktur tahun 1999 sampai tahun 2000.
Dalam kaitan dengan aktifitasnya di dunia sastra, Darman Moenir pernah menghadiri dan menjadi pembicara pada beberapa kegiatan di luar negeri, antara lain, Pembicara dan Peserta Hari Sastra, Konferensi Sastra dan Budaya di Ipoh, Malaysia (1980), Pembicara dan Peserta, Konferensi Penulis Asia Kedua yang diadakan oleh PEN Club di Manila, Filipina (1981).
Masih tahun 1981, menjadi peserta dalam Program Kunjungan Budaya di Bangkok, Thailand. Tahun 1982 menjadi peserta pada Pertemuan Dunia Melayu di Malaka, Malaysia. Setahun kemudian, menjadi peserta pada Simposium Internasional Melayu di Kuala Lumpur, Peserta, Pesta Para Penyair Nusantara di Singapura dan Peserta Hari Sastra, Konferensi Sastra dan Budaya di Johor, Malaysia.
Peserta Program International Visitor Program di Fall, Amerika Serikat tahun 1988 dan Peserta Program Penulisan Internasional diadakan di Iowa City juga di tahun yang sama. Tahun 1991, menjadi peserta Konferensi Penulis Nusantara ketujuh di Singapura. Tahun 1992, menjadi pembicara dan Peserta Konferensi dan Lokakarya ASEAN Writers di Pulau Pinang, Malaysia.
Tepat tiga hari setelah merayakan hari lahir yang ke 67, Selasa 30 Juli 2019, Sang Pujangga kembali ke haribaan Sang Pencipta. Darman Moenir meninggal dunia saat menjalani perawatan di RSUP M Djamil Padang. Menyusul isteri tercinta, Hj. Darhana Bakar yang telah wafat lebih dulu pada 29 November 2017 lalu. Almarhum dikebumikan di Komplek Pemakaman Universitas Andalas, Gaduik, Kota Padang.
Buah cinta pernikahan Darman Moenir – Darhana Bakar, mereka dikarunai enam anak, tiga orang putra dan tiga orang putri. Tiga putranya adalah Haiyyu Darman Moenir, S.IP, M.Si, Abla Darman Moenir (meninggal ketika masih bayi), Hoppla Darman Moenir. Kemudian, tiga orang puterinya adalah Tahtiha Darman Moenir (PNS di Balai Bahasa, isteri Arzil Mazwar, wartawan Padang Ekspres), Tastafti Darman Moenir (isteri Fajril Mubarak, Redaktur Padang Ekspres) dan Si Bungsu Asthwa Darman Moenir, lulusan Akuntansi Universitas Bung Hatta. (*)
-Data dirangkum dari berbagai sumber-
Tulisan ini dipersembahkan sebagai penghormatan kepada H. Darman Moenir, Sastrawan, Wartawan dan Budayawan yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk perkembangan dunia sastra dan jurnalistik Sumatera Barat dan Indonesia. Ratusan karya tulisnya telah menginspirasi dan mengilhami banyak orang untuk terbuka cakrawala, mewarnai dunia sastra. Selamat jalan Sang Pujangga!
“Meskipun jasadmu telah tertanam, aku ingin menghidupkanmu dalam kenangan. Karyamu sebagai bukti bahwa semangatmu abadi”
(Febry D Chaniago)
Komentar