AGAM – Pelaksanaan Pilkada telah selesai. Siapa peraih suara terbanyak sudah diketahui. Di Kabupaten Agam, pasangan H. Indra Catri Dt. Malako Nan Putiah-Trinda Farhan Satria Dt. Tumangguang Putiah sudah ditetapkan dalam Rapat Pleno Terbuka KPU Agam sebagai pemenang.
Sekaitan dengan hal itu, banyak mencuat harapan warga untuk meraih penghidupan yang lebih layak. Mereka berharap pasangan tersebut mampu membawa warga ke arah kemajuan dan kemakmuran.
“Harapan warga, Indra Catri-Trinda Farhan mampu membawa Agam ke arah yang lebih baik,” ujar salah seorang pengamat pemerintahan, D. St. Palimo, kepada padangmedia.com, Selasa (29/12).
Hal senada disampaikan salah seorang petani tebu di Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, IG. Rajo Bungsu. Menurutnya, selama ini manisnya tebu baru dinikmati pedagang saka (gula merah, red). Sementara, petani tebu yang bersimbah peluh mengolah tebu, hanya mendapatkan sekedar untuk hidup tidak kedinginan dan kelaparan.
“Pedaganglah yang menentukan harga saka. Sementara petani mesti patuh karena berada di pihak yang lemah,” ujarnya.
Lain lagi keluhan petani sawit di Kecamatan Tanjung Mutiara, Lubuk Basung, Ampek Nagari, dan Palembayan. Pemicu keluhan mereka adalah harga sawit rakyat yang selalu jauh lebih murah dari harga sawit kebun plasma. Uniknya, harga sawit rakyat jatuh sampai ke titik yang tidak masuk akal selalu menjelang lebaran.
“Menjelang lebaran lalu, harga sawit rakyat sampai anjlog ke level Rp400/kg,” ujar petani sawit di Lubuk Basung, Murzaini.
Di samping itu, buruknya jalan menuju kebun sawit rakyat juga memicu keluhan petani sawit. Salah satu kawasan perkebunan sawit rakyat, dengan luas areal ribuan hektar adalah di Anak Aia Kapareh, Jorong Sungai Jariang, Nagari Lubuk Basung, Kecamatan Lubuk Basung.
Buruknya jalan menyebabkan sering sawit rakyat yang sudah dipanen, kala musim hujan tidak bisa diangkut ke tempat pemasaran. Akibatnya, sawit membusuk di tempat penumpukan.
“Kami berharap harga jual sawit rakyat rakyat tidak terlalu jauh berbeda dengan harga sawit kebun plasma. Di sisi lain, kami bermohon agar jalan untuk mengangkut hasil panen kami dibangun,sehingga laik tempuh, “ ujar Murzaini, yang diamini puluhan rekannya sesama petani sawit rakyat.
Keluhan senada juga mencuat dari petani karet. Sentra penghasil karet di Kabupaten Agam adalah Nagari Sitalang, dan Batu Kambing, Kecamatan Ampek Nagari.
Kini ekonomi petani karet sangat tertekan,akibat murahnya harga jual karet di tingkat petani. Menurut salah seorang petani karet dari Batu Kambing, Adnan, harga karet di tingkat petani hanya Rp4.500 sampai Rp5.000.
“Dengan harga demikian, kami sulit ‘bernafas.’ Apalagi biaya pendidikan anak cukup tinggi,” ujarnya.
Petani ikan keramba jala apung (KJA) di Kecamatan Tanjung Raya, juga tidak terlepas dari penderitaan. Penyebabnya, harga pakan yang ‘melangit,’ tidak sebanding lagi dengan harga jual ikan. Akibatnya, banyak petani ikan ekonomi lemah menghentikan aktivitas mereka, seperi disampaikan Pemuka Masyarakat Tanjung Raya, Y. St. Sarialam.
“Kini banyak pemilik KJA beralih profesi menjadi kuli di KJA pengusaha berduit,” ujarnya dengan nada sendu. (fajar)
Komentar