Masjid Peninggalan Transmigrasi di Sagicik Butuh Uluran Tangan Donatur

Masjib Baiturrahman Sagicik. (ers)

MENTAWAI – Masjid Baiturahman menjadi satu-satunya bangunan peninggalan transmigrasi di Sagicik, Desa Nemnemleleu, Kecamatan Sipora Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai yang masih tersisa. Adapun bangunan lainnya, termasuk rumah warga sebagian besar sudah tak ada lagi wujud aslinya karena satu per satu direnovasi.

Beda halnya dengan rumah ibadah yang satu ini, masih berdiri asli dan digunakan untuk aktivitas beribadah. Namun sayangnya, konstruksi bangunan yang keseluruhannya terbuat dari kayu model panggung ini sebagian besar telah digerogoti rayap. Termasuk plafon dan tonggaknya. Begitu juga atap, banyak yang bocor.

Ardianto, salah seorang pemuda di daerah tersebut kini dipercaya mengurus masjid tersebut sejak ramadhan tahun 2016 lalu, setelah dirinya menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi di Lubuk Alung, Sumatera Barat, pada 2015. Ia pun menjadi mubaligh di daerah asalnya itu.

“Saya lulus SMA tahun 2011 dan langsung kuliah, menyelesaikan perguruan tinggi jurusan PGSD tahun 2015. Menganggur satu tahun, tapi kemudian saya ditunjuk menjadi ketua pengurus mesjid. Saat itu, pengurus lama sedang sakit cukup lama,” papar Ardianto yang terlihat cukup muda untuk menjadi seorang pengurus dan sekaligus menjadi mubalig di masjid itu.

Ia mengaku pernah menyodorkan berkas lamaran pekerjaan kotrak di Pemda setempat untuk mengajar di salah satu Sekolah Dasar. “Belum ada rezeki, tidak mudah untuk bersaing di daerah ini,” ungkap anak Pardi, yang juga merupakan salah satu warga transmigrasi asal Jawa Tengah itu.

Saat puasa ramadhan tahun lalu, kata Ardianto, atap banyak yang bocor sehingga kegiatan ibadah menjadi terganggu. Namun, berkat sumbangan warga didapatkan tiga kodi atap seng dan dikerjakan secara swadaya. Selanjutnya, pada Oktober 2017 lalu, masjid itu mendapatkan bantuan dari Koran Harian Pikiran Rakyat Bandung. Dari bantuan itu, seluruh bagian dinding yang sudah lapuk digantikan dengan triplek GRC. Selain itu, tonggak panggung mesjid yang sudah mau roboh juga diperbaiki. Meski demikian, masih banyak yang harus diperbaiki, termasuk bagian teras dan lainnya.

Sementara, warga lainnya, Pangat (53), warga Dusun Sagicik Barat, Desa Nemnemleleu, Kecamatan Sipora Selatan yang tinggal di Blok A mengatakan bahwa kondisi masjid sudah berbilang tahun memprihatinkan. Pria tua asal Magelang, Jawa Tengah itu mengaku telah sering melayangkan proposal kepada pemerintah untuk bantuan pembangunan masjid, namun belum ada tanda-tanda akan datangnya bantuan.

Mantan ketua pengurus masjid itu mengatakan, setidaknya ada 9 Kepala Keluarga (KK) dari 22 KK yang menghuni Transmigrasi Blok A itu yang beragama Islam. “Kalau ada hari besar keagamaan Islam, kami warga di sini terus melakukan kegiatan, misalnya Maulid Nabi Muhammad S.A.W, Tahun Baru Islam dan lainnya. Kalau sehari-hari sewaktu masuk sekolah, di masjid ini ada kegiatan mengaji untuk anak SD,” ungkap bapak anak itu.

Ia termasuk salah satu warga Transmigrasi yang bertahan sejak masuk sekitar tahun 1997 sampai sekarang. Salah satu alasannya tetap tinggal di Mentawai selama ini adalah karena anak-anaknya yang masih sekolah. Tapi, kini berkat kerja keras menjadi pengolah tahu dan tempe, anak-anaknya sudah menjadi sarjana.

Pangat berharap, suatu saat akan ada donatur yang terketuk hatinya untuk memperhatikan pembangunan masjid. Adapun di lokasi itu, tersedia lahan hibah masyarakat setempat melalui program Transmigrasi seluas 50 x 50 meter persegi. (ers)

print

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.