
PADANG – Masalah pendidikan selama ini seringkali menjadi masalah yang absurd. Walaupun sangat penting dan menjadi penentu dalam pembangunan sumber daya manusia, tapi seringkali masalah pendidikan hanya menjadi bahan untuk dipolitisasi. Bahkan, kebijakan anggaran 20 persen seakan hanya untuk memenuhi kewajiban pemerintah, tapi dinilai masih kurang tepat sasaran.
Demikian antara lain benang merah dialog membedah visi misi calon gubernur dan calon wakil gubernur Sumbar 2015-2020 seri IV yang diadakan Forum Editor Sumbar (FEds) bekerja sama dengan KPU Sumbar. Dialog edisi terakhir terkait Pilgub Sumbar ini diadakan di convention hall Universitas Andalas, Padang, Rabu (18/11) dengan menghadirkan akademisi, sastrawan, Ketua PGRI, Ombudsman Sumbar, Bawaslu, KPU Sumbar, dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi.
Ketua PGRI Sumatera Barat, Zainal Akil dalam forum tersebut mengatakan, banyak persoalan pendidikan yang dihadapi oleh para guru sehari-hari. Guru senantiasa dituntut untuk ditingkatkan kualitasnya. Tapi, sejak desentralisasi di mana urusan pendidikan dipindahkan ke kabupaten/kota, ia mengaku kalau guru nyaris tak terurus. Bahkan, walaupun anggaran pendidikan di APBD dialokasikan sebesar 20 persen, tapi guru tak dapat sama sekali. Anggaran tersebut paling hanya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan kelengkapan sarana prasarana.
Dikatakan, saat ini ada sekitar 2.500 guru honor yang tak jelas nasibnya dan mereka sudah memperjuangkan ke Menpan. Di antara mereka bahkan banyak yang sudah mengabdi selama 10 sampai 12 tahun, tapi tak ada kejelasan.
Zainal mengaku, untuk urusan mutu pendidikan memang ditentukan oleh mutu guru. Biasanya, peningkatan mutu guru dilakukan dengan di LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) di kawasan UNP Air Tawar. Namun, menurutnya, guru tak lagi dipanggil-panggil karena harus pakai biaya. Sementara, Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang saat ini diwajibkan pemerintah, hanya sekadar ujian tanpa memperhatikan kemampuan pedagogik, profesional dan kepribadian guru.
“Yang dihadapi sekarang jauh dari harapan. Guru hanya disibukkan dengan ujian dan ujian serta persoalan administrasi. Kalaupun ada sekarang yang namanya tunjangan profesi guru atau dikenal sertifikasi, itu tidak untuk semua guru. Bagi yang jam mengajarnya kurang dari 24 jam, tidak akan dapat apa-apa,” paparnya.
Selain itu, katanya, masih banyak guru yang mengajar di tempat terpencil. Di tempat itu, sinyal handphone saja tidak dapat, tapi guru ada di sana. Seharusnya, mereka mendapat tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil. Ironisnya, ada kepala daerah yang dengan bangga mengatakan, tidak ada daerah di wilayahnya yang masuk kategori terpencil. Akibatnya, guru di sana tidak mendapatkan dana tunjangan khusus tersebut.
Sementara itu, Ketua Ombudsman Sumbar, Yunefri mengatakan, dari laporan yang masuk ke Ombudsman Sumbar, sekitar 20 persen di antaranya tentang pendidikan. Item yang diadukan seperti pungutan dalam penerimaan siswa baru, dugaan penyalahgunaan dana BOS, pungungan komite, sertifikasi, dan lain-lain.
Dikatakan Yunefri, yang menjadi persoalan dalam masalah pungutan tersebut sebenarnya adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan per anak dengan dana yang disediakan pemerintah. Walaupun pemerintah katanya menggratiskan wajib belajar sembilan tahun, tapi dana yang tersedia dengan yang dibutuhkan tidak sesuai. Dana kebutuhan anak lebih dua kali lipat daripada dana yang tersedia atau yang digratiskan pemerintah tersebut. Akibatnya, pihak sekolah melalui komite melakukan pungutan-pungutan kepada walimurid. Namun, pungutan yang dilakukan tanpa melalui prosedural sehingga menimbulkan polemik. Ke depan, karena pendidikan SMA/SMK mulai 1 Januari 2016 diserahkan ke gubernur, diharapkan gubernur bisa menekan kepala darah (bupati/walikota) agar menambah anggaran di APBD.
Sementara, mantan Rektor UMSB, Dr. Sofwan Karim mengatakan, banyak hal yang harus dibenahi dalam pendidikan. Hanya saja, ia menekankan urusan pendidikan (kepala dinas pendidikan, red) harus diurus oleh orang yang mengerti pendidikan. Selama ini, penunjukan hanya suka-suka kepala daerah saja.
Prof Raudha Thaib di sisi lain mengatakan, kepala daerah terpilih harus memperhatikan penguatan limbago, yakni keluarga dan kaum. Karena, keluarga dan kaum, terbukti berperan utama dalam pembentukan karakter. Hal itu juga sesuai sistem pendidikan yang menjadi tradisi dari zaman dahulu di Minangkabau.
Dialog Forum Editor terkait Pilgub Sumbar kali ini merupakan seri ke empat atau edisi terakhir yang diadakan Feds bekerja sama dengan KPU Sumbar. Edisi kali ini mengangkat tema pendidikan, kebudayaan dan ekonomi kreatif. Selain menghadirkan KPU Sumbar dan kedua Paslon, Feds juga menghadirkan Bawaslu Sumbar, akademisi, sastrawan, Ketua PGRI Sumbar, Ketua Ombudsman Sumbar, mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi, masing-masing tim sukses dan lain-lain. (rin)