PADANG – Wakil Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Marlina Suswati menyayangkan masih ada kepala daerah kabupaten dan kota yang melakukan mutasi kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Kejuruan (SMK) pada masa transisi. Kondisi ini mebuat suasana kerja di lingkungan sekolah menjadi tidak nyaman dan mengancam kesuksesan Ujian Nasional (UN) yang sudah di depan mata.
Hal itu diungkapkan Marlina Suswati saat Komisi V menerima kedatangan kepala SMA se kabupaten Solok, Selasa (7/2). Menurutnya, sudah ada Surat Edaran (SE) Mendagri yang meminta bupati dan walikota untuk tidak melakukan mutasi, rotasi atau promosi jabatan kepala SMA/SMK.
“Namun pada kenyataannya, masih saja dilakukan. Kondisi ini tidak terjadi di Kabupaten Solok saja, ada pengaduan dan laporan dari beberapa daerah lain seperti Pasaman dan Solok Selatan,” ujarnya menanggapi pengaduan dari kepala SMA terkait mutasi tersebut.
Dia mengingatkan, suasana kerja tidak nyaman karena adanya semacam dualisme kepemimpinan dalam satu sekolah akan mengancam kesuksesan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang akan digelar pada April mendatang. Karena dilakukan mutasi oleh bupati, seperti diungkapkan dalam pertemuan tersebut, menurutnya membuat suasana menjadi tidak kondusif.
Meski demikian, ia berharap agar kepala sekolah lebih mempertimbangkan kepentingan siswa daripada persoalan jabatan. Sementara DPRD akan berupaya mengkoordinasikan persoalan yang terjadi dengan pemerintah provinsi, kepala sekolah hendaknya tetap menjalankan tugas seperti biasa.
“Meski tengah menghadapi situasi seperti itu, kami berharap kepala sekolah lebih mempertimbangkan nasib anak-anak didik yang tengah bersiap diri menghadapi UN,” ujarnya.
Kepala SMA se kabupaten Solok datang ke gedung DPRD Sumatera Barat terkait kondisi terjadinya “dualisme” kepemimpinan sekolah karena terjadinya mutasi kepala sekolah di daerah itu. Dualisme dimaksud, menurut Marlis, Kepala SMAN 1 Gunung Talang, adalah karena ada kepala sekolah yang dimutasi namun tidak mau pindah sementara kepala sekolah yang baru sudah masuk.
Kemudian, ada kepala SMA yang mendapat promosi menggantikan kepala sekolah yang diberhentikan. Di Kabupaten Solok, ada 19 SMA. 11 orang kepala sekolahnya diberhentikan dan digantikan oleh kepala sekolah yang mendapat promosi, 6 orang dimutasi dan dua kepala sekolah tetap di posisinya.
“Persoalannya, ada yang tidak mau pindah dan masih bertahan sementara kepala sekolah yang menggantikan sudah masuk sehingga membuat suasana kerja tidak nyaman,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah mengeluarkan kebijakan pengalihan kewenangan 11 sub urusan dari pemerintah kabupaten dan kota ke pemerintah provinsi, termasuk urusan pendidikan SMA dan SMK. Pengalihan itu efektif berlaku mulai Januari 2017 sementara prosesnya sudah berjalan per 1 Oktober 2016 lalu, dimulai dari penyerahan Personel Peralatan Pembiayaan dan Dokumen (P3D) oleh pemkab/ pemko ke Pemprov. (feb)
Komentar