PADANG – Setelah mengalami deflasi pada bulan Pebruari sebesar 0,17 persen (month to month/ mtm), pergerakan harga bulanan di Sumatera Barat mengalami inflasi tipis pada Maret sebesar 0,02 Persen (mtm). Inflasi bulanan ini menempatkan Sumatera Barat sebagai provinsi terendah diantara provinsi yang mengalami inflasi di Indonesia.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumatera Barat Puji Atmoko selaku Wakil Ketua Tim Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah TPID) Provinsi Sumatera Barat, Selasa (4/4) menerangkan, pergerakan tersebut berlawanan arah dengan nasional yang mengalami deflasi sebesar 0,02 persen (mtm).
“Pada Maret, pergerakan harga di Sumbar mengalami inflasi sebesar 0,02 persen, berlawanan arah dengan nasional yang mengalami deflasi 0,02 persen,” kata Puji.
Dia menambahkan, secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat tercatat 3,82 persen (year on year/ yoy) telah berada di atas aju inflasi nasional yang sebesar 3,61 persen (yoy). Namun demikian, secara tahun berjalan, dari Januari ke Maret 2017, laju inflasi Sumbar 0,37 persen (year to date/ ytd) masih berada di bawah laju inflasi nasional sebesar 1,19 persen (ytd).
“Laju inflasi bulanan (mtm) provinsi Sumbar pada Maret 2017 secara nasional merupakan yang terendah dari keseluruhan provinsi yang mengalami inflasi,” tambahnya.
Puji menerangkan, secara spasial bulanan, pergerakan harga di Sumatera Barat disumbang oleh Kota Padang dan Bukittinggi yang masing-masing tercatat deflasi 0,01 persen (mtm) dan inflasi 0,25 persen (mtm). Pergerakan harga di Kota Padang yang mengalami deflasi menjadikan Padang sebagai kota dengan deflasi terdalam ke-48, sementara Bukittinggi sebagai kota dengan inflasi tertinggi ke-17 dari 82 kota sampel inflasi di seluruh Indonesia.
Dia menyebutkan, kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dan kelompok harga yang diatur pemerintah (administered price) memberi andil masing-masing -0,01 persen (mtm). Sementara pada kelompok inti (core) memberikan andil 0,04 persen (mtm) dari inflasi bulanan Sumatera Barat pada Maret sebesar 0,02 persen tersebut.
Tekanan inflasi ke depan diprakirakan cukup moderat. Sumber tekanan inflasi utama berasal dari kelompok bahan pangan bergejolak khususnya cabai merah yang telah memasuki akhir panen pada bulan Maret 2017, sehingga pasokannya diprakirakan sedikit terganggu.
Pada kelompok administered price, risiko inflasi masih bersumber pada tarif tenaga listrik (TTL), seiring dengan kecenderungan naiknya harga minyak dunia disertai gejolak nilai tukar Rupiah. Sedangkan pada kelompok inti (core) menurut Puji, pergerakan harga diprakirakan stabil.
“Sebagai upaya penguatan pengendalian inflasi, TPID Sumatera Barat termasuk TPID sejumlah kabupaten dan kota telah menetapkan sejumlah program pada pertengahan Maret lalu,” tandasnya. (feb)