PADANG- Pemanggilan empat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang mulai menguak persoalan pembelian tanah untuk kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Anggota DPRD kota Padang Maidestal Hari Mahesa menilai, pembelian tanah tersebut belum perlu.
Politisi PPP ini mengaku dalam pembahasan APBD lalu, anggaran untuk pembelian tanah tersebut tidak nampak. Namun ia merasa aneh ketika anggaran tersebut muncul.
“Saat pembahasan APBD 2016 Kota Padang yang dilakukan di Gedung Bunghatta Bukittinggi beberapa waktu lalu, pimpinan DPRD Kota Padang tidak melakukan pembahasan ,dengan kata lain dipercepat karena mepet waktu alasannya. Saat itu berkali kali diinterupsi, namun karena saya bukan pimpinan DPRD, tetap saja lanjut APBD tanpa pembahasan yang serincinya,” terangnya, Senin (16/5).
Menurutnya banyak APBD yang tidak jelas oleh kawan – kawan anggota dewan lainnya. Sampai – sampai bisa pula terjadi ada dugaan korupsi pembelian tanah untuk kantor Satpol PP di angka Rp 31,7 Milliar.
“Ini sangat luar biasa dan dalam hal ini juga adanya kelalaian dari dewan sendiri,” katanya.
Dirinya sangat menyayangkan hal itu. Dia mempertanyakan uang tersebut diperoleh darimana sehingga seperti tidak berfikir untuk belanjakan uang sebanyak itu. Padahal, dalam Perda nomor 4 tahun 2012 sudah ada aturan tentang pusat pemerintahan di kawasan By Pass dengan lahan lebih kurang 57 hektar.
Di sisi lain, anggaran daerah selalu di sebut minim sehingga banyak pembangunan yang dibutuhkan masyarakat Kota Padang, seperti Riol dan Drainase, serta Sarana dan Prasarana Pendidikan juga Kesehatan banyak yang terbengkalai. Belum lagi persoalan pegawai honor dan kontrak di Dinas Kebersihan, tenaga kesehatan, Guru tidak tetap yang tingkat kesejahteraannya masih minim.
“Kok malah beli lahan hingga puluhan milyar sedang pembangunan kantor Satpol PP itu sendiripun entah tahun kapan dilakukan belum pasti kejelasannya,” ujarnya.
Dia menilai pembelian lahan kantor Satpol PP tersebut adalah pemoborosan anggaran dan tidak sesuai peruntukkannya. Ia juga mengungkapkan dugaan adanya oknum yang bermain di belakang pembelian tanah tersebut karena prosesnya tidak sesuai dengan mekanisme dan numenklaturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, empat pimpinan DPRD Kota Padang, ketua dan tiga orang wakil ketua, mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat beberapa hari lalu. Menurut Wakil Ketua DPRD Wahyu Iramana Putra, kedatangan tersebut adalah dipanggil mengenai persoalan pembelian tanah untuk lahan kantor Satpol PP, bukan silaturahim. Dalam pemeriksaan, ke empat pimpinan DPRD dilakukan terpisah dan Wahyu sendiri mengaku diajukan sebanyak 12 pertanyaan oleh penyidik. (baim)