SAWAHLUNTO – Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin di Kota Sawahlunto telah memasuki stadium darurat. Setiap bulan, limbah tersebut mencapai 70 ribu ton.
Sementara, pihak PLTU Ombilin kesulitan dengan tempat pembuangan limbah yang sudah menumpuk. Sebelumnya, dengan PP 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, limbah tersebut bisa dikembalikan ke pengusaha tambang. Namun, sejak berlakukannya PP 101 Tahun 2014, PLTU tak bisa lagi mengirim limbahnya ke perusahaan tambang.
Kabid Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup Kota Sawahlunto, Iwan Kartiwan menjelaskan, pemerintah daerah tak dapat berbuat banyak dikarenakan regulasi dan kewenangan hanya sebatas pemberitahuan. Kebijakan mengenai limbah B3 masih tetap menjadi kewenangan pusat.
“Kita bersifat memberitahu saja kalau ada hal yang menjadi temuan maupun kendala di lapangan terkait limbah abu PLTU maupun limbah B3,“ sebut Iwan, Rabu (1/3).
Sebelumnya, Manager Sektor Pembangkit Ombilin Arfan saat menerima reses anggota Komisi VII DPR RI November 2016 lalu di PLTU Ombilin pernah menyampaikan keluhan limbah B3 PLTU Ombilin sudah darurat. Kalau tidak ada solusi hingga dua atau tiga bulan ke depan, otomatis PLTU tidak bisa lagi membuang abu keluar dari PLTU Ombilin. Jika tak bisa membuang limbah, maka PLTU tak bisa beroperasi dan harus stop (berhenti) operasional.
Saat ini PLTU Ombilin sudah beroperasi dengan kapasitas yang diturunkan dari 2 x 100 MW menjadi 2 x 60 MW. Makin tinggi kapasitas operasionalnya, maka makin tinggi MW yang dihasilkan. Bahan bakar yang digunakan juga akan lebih banyak sehingga limbahnya pun semakin banyak pula.
“Area yang ada dalam lingkungan PLTU Ombilin untuk sementara dimanfaatkan sebagai tempat pengumpulan limbah B3. Namun, arealnya cepat penuh sehingga bebannya diturunkan,” ucapnya saat itu.
Penurunan beban tersebut untuk tetap menjaga suplai listrik. Kalau PLTU Ombilin stop, sebenarnya semuanya telah menjadi kewajaran untuk di-stop akibat limbah produksi telah melebihi kapasitas. Dampaknya, Sumbar akan mengalami pemadaman listrik. Beban puncak Sumbar tidak terlayani sebanyak 20 sampai 30 persen.
Alternatif untuk pembuangan limbah B3 seperti landfill atau penimbunan sampah pada satu lubang sudah dilakukan sejak tahun 2011. Kendala yang dialami di Sawahlunto adalah kesulitan lahan atau lokasi landfill yang cukup luas. Untuk merealisasikan itu, perlu mengurus izin dan ketentuan serta persyaratan teknis. Berbeda dengan beberapa daerah seperti di Jawa, ada pemanfaatan cukup besar yang bisa menyerap abu limbah B3 sisa pembakaran. (tumpak)