
MENTAWAI – Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem pemerintahan desa sudah menempati peran sangat penting. Namun, masih banyak tugas dan fungsi BPD yang tidak berjalan maksimal di 43 desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Menyikapi persoalan itu, Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai saat ini merumuskan ranperda terkait tugas dan fungsi BPD serta kesejahteraannya.
Ketua Balegda DPRD Mentawai, Juni Arman Samaloisa menyebutkan, untuk tahap awal, dilakukan perumusan bersama tujuh orang anggota DPRD Mentawai yang terdiri dari tiga komisi, yaitu Komisi A, B dan C. “Prinsipnya, tujuan perumusan Ranperda BPD merupakan solusi agar peran fungsi BPD didesa dapat berjalan sesuai dengan aturan,” kata Juni Arman kepada padangmedia.com, Jumat (11/5).
Sebenarnya, sambung Juni Arman, fungsi BPD di desa adalah membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa. BPD selayaknya bertugas seperti halnya DPRD.
“Tugas dan fungsi BPD sebenarnya sudah jelas sebagai lembaga yang memiliki kekuatan dalam menyepakati peraturan desa yang bakal menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan desa.
Namun, setelah turun ke lapangan, banyak polemik terjadi di desa. Bahkan, fungsi BPD banyak tidak berjalan di desa, sehingga tidak ada singkronisasi kepala desa dengan BPD dalam mewujudkan program-program kegiatan desa,” sebutnya.
Selain itu, BPD juga memiliki kekuatan untuk menyampaikan aspirasi warga melalui beberapa tahap kerja BPD, dimana harus melakukan penggalian aspirasi masyarakat, menampung aspirasi masyarakat yang disampaikan ke BPD dan mengelola aspirasi masyarakat sebagai energi positif dalam merumuskan langkah kebijakan desa.
Kemudian, dijadikan pedoman oleh kepala desa beserta jajarannya dalam melaksanakan program pembangunan desanya. BPD juga memiliki kekuatan untuk mengawasi proses pembangunan desa dalam seluruh aspek.
Hal demikian menunjukkan betapa kuatnya BPD dalam ranah politik dan sosial desa.
Menurutnya, lemahnya fungsi BPD di desa dikhawatirkan akan menimbulkan sentralisme pemerintahan serta akan menguntungkan segelintir kelompok orang yang berada di lingkungan desa. Akibatnya, penyaluran dana desa tidak terawasi dengan baik. Hal itu juga akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat.
Dalam perumusan ranperda, juga dibicarakan soal pemilihan BPD. Setiap wilayah desa menyepakati sesuai dengan dapilnya, menentukan sesuai dari desa kecil, menengah dan besar tergantung jumlah penduduk.
Selanjutnya, dalam pemilihan anggota BPD sama halnya dengan pemilihan DPRD ditentukan dengan jumlah kursi sesuai dengan besar desa. Rumusannya: desa kecil 5 kursi, desa sedang 7 kursi dan desa besar 9 kursi.
Saat ini, katanya, dewan masih melakukan penggodokan sebagai pembahasan awal. Nantinya akan ditunjuk sebagai konsultan yang bersedia merumuskan Ranperda tentang BPD untuk dimasukkan dalam pembahasan anggaran tahun 2018.
Ia menambahkan, dalam pemilihan BPD nantinya, akan ada penambahan dan juga pengurangan, karena selama ini kuota per desa belum ditentukan secara aturan, artinya belum dilegalkan. Padahal, seharusnya ada peraturan bupati.
Dengan adanya peraturan, maka kedudukan BPD menjadi sangat penting untuk mengawasi dana desa serta mengawasi berjalannya proses realisasi program kegiatan. BPD juga diharapkan mampu menciptakan kepatuhan dan perangkat teknis desa agar tidak terjadi penyimpangan anggaran. (ers)