PADANG – Perkembangan inflasi Sumatera Barat pada akhir tahun 2018 terkendali. Laju inflasi bulanan pada Desember 2018 tercatat sebesar 0,19 persen (month to month/ mtm). secara tahunan sebesar 2,60 persen (year on year/ yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia wilayah Sumatera Barat Endy Dwi Tjahjono mengungkapkan hal itu melalui siaran pers, Jumat (4/1). Menurut Endy, Inflasi tahunan Sumatera Barat tahun 2018 tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi tahun 2017 yang sebesar 2,03 persen (yoy). Namun lebih rendah dibandingkan inflasi rata-rata historis tiga tahun terakhir (2015 – 2017) yang sebesar 2,67 persen (yoy).
“Secara spasial, laju inflasi kedua kota sampling inflasi yakni Kota Padang dan kota Bukittinggi terkendali, dengan besaran masing-masing 2,55 persen (yoy) dan 2,99 persen (yoy),” terangnya.
Laju inflasi Sumatera Barat tahun 2018 tercatat sedikit di atas rata-rata Kawasan Sumatera yang sebesar 2,41 persen (yoy), namun lebih rendah dibandingkan capaian nasional sebesar 3,13 persen (yoy). Capaian inflasi Sumatera Barat tahun 2018 masih dalam kisaran sasaran inflasi nasional yang sebesar 3,5 ± 1 persen (yoy). Realisasi inflasi tahunan tersebut menempatkan Sumatera Barat sebagai provinsi dengan laju inflasi terendah ke-5 di Kawasan Sumatera, dan terendah ke-7 secara nasional.
Lebih jauh menurut Wakil Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat ini, tekanan Inflasi Sumatera Barat pada akhir tahun 2018 terutama berasal dari kenaikan harga pada kelompok transportasi, komunikasi, jasa keuangan, dan kelompok bahan pangan strategis. Secara historis, pada kelompok transportasi, tekanan inflasi terutama dari peningkatan tarif angkutan udara seiring dengan meningkatnya permintaan pada saat liburan akhir tahun.
“Tarif angkutan udara pada Desember 2018 tercatat memberikan andil inflasi sebesar 0,22 persen (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang memberikan andil deflasi sebesar -0,06 persen (mtm),” ujarnya.
Namun secara tahunan, peningkatan tarif angkutan udara pada tahun 2018 tidak setinggi tahun 2017 mengingat tidak diberlakukannya lagi penerapan tarif batas atas angkutan udara oleh operator penerbangan. Secara tahunan, tekanan inflasi pada kelompok transportasi, terutama berasal dari bensin dan bahan bakar rumah tangga, dengan andil inflasi masing-masing 0,42 persen (yoy) dan 0,07 persen (yoy).
Kenaikan harga bensin terjadi karena imbas penyesuaian harga BBM non subsidi yang ditetapkan sejak tanggal 10 Oktober 2018. Sementara itu, kenaikan harga bahan bakar rumah tangga disebabkan oleh gangguan distribusi LPG 12 kg.
Dari kelompok bahan pangan strategis, beberapa komoditas seperti beras, bawang merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras merupakan komoditas penyumbang inflasi bulan Desember 2018. Secara agregat, keempat komoditas tersebut memberikan andil inflasi sebesar 0,27 persen (mtm) terhadap inflasi IHK umum Sumatera Barat pada Desember 2018.
Secara tahunan, tekanan inflasi tahun 2018 terutama dari kenaikan harga komoditas beras dan bawang merah yang memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,44 persen (yoy) dan 0,16 persen (yoy). Naiknya harga beras disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang kondusif sehingga menghambat proses produksi dan penjemuran gabah.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Sumatera Barat, kenaikan harga beras terjadi hampir di semua varietas, dengan kenaikan tertinggi berasal dari jenis Sirenda Bukittinggi, IR 42 (Solok, Padang/Muara Labuh, dan Pesisir Selatan/Pariaman) dan Cisokan Solok. Sedangkan naiknya harga bawang merah karena terbatasnya pasokan baik dari dalam dan luar Sumatera Barat (Jawa).
Terkendalinya tekanan inflasi tahun 2018 tidak terlepas dari peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sumatera Barat dalam upaya dalam pengendalian inflasi di daerah. TPID Sumatera Barat secara konsisten dan berkelanjutan melakukan penguatan sinergi dan koordinasi antara TPID Provinsi dengan TPID Kab/Kota di Sumatera Barat.
Wujud nyata upaya TPID Sumatera Barat dalam pengendalian inflasi adalah dengan menyusun dan melaksanakan program kerja pengendalian inflasi daerah tahun 2018 dengan mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi TPID tahun 2016 – 2019.
Program kerja tersebut terutama difokuskan pada stabilitas harga komoditas penyumbang inflasi khususnya beras, cabai merah, bawang merah, telur ayam, dan daging ayam ras. Program kerja tersebut ditujukan untuk mengatasi permasalahan atau gangguan dari berbagai aspek yakni mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, tata niaga, kelembagaan, regulasi, akses dan infrastruktur, hingga keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi. Demikian, Endy Dwi Tjahjono. (fdc/*)
Komentar