PADANG – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar mengajak para calon kepala daerah (cakada) dapat menjaga nilai-nilai persaudaraan, kejujuran, dan kebaikan.
Ajakan itu disampaikan Lili dalam Pembekalan Pilkada Berintegritas 2020 yang berlangsung di Auditorium Kantor Gubernur Sumatera Barat, Kamis (26/11/2020). Pembekalan tersebut merupakan kegiatan terakhir untuk 27 daerah yang menggelar Pilkada, dengan daerah peserta Sumatera Barat, Bali dan Papua.
“Calon kepala daerah, ajarkan publik untuk berkompetisi secara sehat tanpa merusak tatanan nilai persaudaraan, kejujuran, dan kebaikan, yang telah menjadi fondasi masyarakat,” ujar Lili.
Lili mengingatkan, sumber daya milik daerah seperti anggaran, fasilitas, barang, dan sebagainya, tidak dimanfaatkan oleh petahana untuk kepentingan kampanye. Saat ini, menurutnya, adalah waktu paling tepat membangun komunikasi yang sehat dengan para pemilih. Dengan menyampaikan komitmen kepada publik dengan cara-cara yang benar.
“Jangan memengaruhi pemilih untuk memilih dengan iming-iming pemberian uang, barang, atau posisi tertentu,” ujarnya.
Dia mengungkap, Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) yang dikeluarkan BPS menunjukkan penurunan skor dimensi persepsi antikorupsi. Dari 3,86 pada tahun 2018 ke 3,68 di tahun 2019. Hal itu disebabkan permisivitas masyarakat menerima politik uang dalam pilkada.
Di sisi lain, ucapnya, hasil survei KPK dan beberapa pihak lain memperlihatkan ada selisih antara biaya pilkada dengan kemampuan harta pribadi para calon. Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan oleh para cakada kepada KPK, total kekayaan pasangan calon terlihat tak mencukupi untuk menutup ongkos Pilkada.
“Karena itu, tak mengherankan bila hasil survei KPK pada 2018 memperlihatkan bahwa sebanyak 82,3 persen pasangan calon yang diwawancarai mengakui adanya donatur dalam pendanaan Pilkada, karena adanya gap antara biaya pilkada dan kemampuan harta cakada,” sebutnya.
Sementara itu, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD, dan Hubungan antar Lembaga (FKDH) Kementerian Dalam Negeri Andi Bataralifu mengakui, ongkos Pilkada yang mahal menyebabkan maraknya politik uang. Pada saatnya berpotensi menimbulkan kasus hukum.
Tahun 2005 sampai Oktober 2020 terdapat total 457 kepala daerah atau wakil kepala daerah terkena kasus hukum. Di mana kasus korupsi merupakan yang terbanyak.
“Motif pelanggaran hukum itu adalah keinginan balik modal untuk maju Pilkada berikutnya. Dengan cara obral izin, program dan proyek pembangunan pemda ke pengusaha, yakni investor atau cukong politik. Mutasi pejabat, ketuk palu pengesahan APBD bersama DPRD, dan lain-lain,” ungkap Andi.
Karenanya, sambung Andi, pilkada harus menjadi upaya menghadirkan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sesuai dengan harapan konstituen. Yakni kepala daerah dan wakil kepala daerah yang bermoral, berintegritas, dan berkompeten. (Febry/rls)
Komentar