PADANG – Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (LBH Padang, Walhi Sumbar, SPI Sumbar, Qbar, PBHI Sumbar, LP2M, Integritas, Aksara Berkaki, PHP UNAND dan LAM &PK FHUA) melakukan somasi terhadap Surat Edaran Gubernur terkait Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi di Sumatera Barat.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Era Purnama Sari dalam pers relisnya, Selasa (14/3) mengatakan, Surat Edaran Gubernur terkait dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi di Sumatera Barat bukanlah cara yang tepat bahkan melawan hukum. Surat Edaran Gubernur bukanlah norma hukum sehingga tidak dapat memuat sanksi, sementara surat edaran tersebut terang-benderang mengancam merampas pengelolaan lahan-lahan petani melalui militer dan UPTD.
Hal tersebut dinilai sangat tidak relevan karena cara Gubernur Sumbar melibatkan militer untuk menggerakkan seluruh petugas terkait termasuk jajaran TNI AD adalah tindakan keliru, karena urusan pertanian bukanlah kewenangan TNI sebagaimana Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurut Undang-Undang, TNI adalah warga negara yang dipersiapkan yang dipersenjatai untuk tugas-tugas Pertahanan Negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata.
Selain itu, substansi SE Gubernur tersebut dinilai melanggar konstitusi dan hak-hak petani yang tegas diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dalam hal ini perlindungan dan pemberdayaan petani harus dilakukan secara sistematis, menyeluruh, transparan dan akuntabel. Kemudian, Gubernur dalam surat edaran tersebut terlihat tidak memperhatikan teknis pertanian dan permasalahan yang dihadapi para petani. Petani untuk melakukan penanaman kembali membutuhkan waktu untuk mengembalikan kesuburan tanah dan waktu yang diperlukan tidak dapat pula disamaratakan antara wilayah satu dengan wilayah lainnya di Sumatera Barat.
“Gubernur telah memposisikan TNI sebagai mitra bisnis, bukan dilandasi semangat mendukung petani secara cuma-cuma. Padahal, TNI tidak diperbolehkan berbisnis sebagaimana Pasal 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, pembagian hasil 20 persen untuk petani dan 80 persen untuk pengelola dinilai meminggirkan hak-hak petani serta bertentangan dengan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Somasi tersebut, jelas Era, telah diserahkan dan diterima oleh anggota Asisten Pribadi Gubernur Sumatera Barat dan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Dalam suratnya, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat meminta Gubernur untuk segera mencabut kedua Surat Edaran dimaksud paling lambat 2 X 24 jam sejak surat itu diterima. Jika Gubernur masih bersikukuh dan tidak merespons sebagaimana tuntutan, maka kami siap untuk menempuh langkah hukum untuk memperjuangkan hak dan nasib petani di Sumatera Barat, ujarnya. (baim/rel)