PADANG – Pasca pengalihan kewenangan pengelolaan Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (SMA/ SMK) ke pemerintah provinsi, memunculkan kisruh. Kepala daerah kabupaten dan kota melakukan mutasi, rotasi dan promosi jabatan kepala sekolah meskipun sudah ada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri yang melarang kepala daerah melakukan mutasi.
Mutasi yang dilakukan oleh kepala daerah ini menimbulkan kisruh karena di sejumlah sekolah di beberapa daerah terjadi dualisme kepemimpinan. Kepala sekolah yang lama tidak menerima keputusan mutasi tersebut dengan alasan SE Mendagri dan SK Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sementara kepala sekolah yang baru merasa berhak menduduki jabatan karena sudah di-SK-kan Bupati.
Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Hidayat menilai, situasi itu tidak perlu terjadi kalau semua pihak menahan diri dan mematuhi arahan dari pemerintah pusat. Hal ini membuat suasana tidak nyaman yang sangat dikhawatirkan mengancam kesuksesan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang sudah di depan mata.
“Benar pengalihan kewenangan efektif berlaku mulai Januari 2017 namun penyerahan Personil, Peralatan Pembiayaan dan Dokumen (P3D) sudah dilaksanakan sejak Oktober 2016 dan SE Mendagri dikeluarkan pada 1 Oktober 2016,” terang Hidayat usai menerima kedatangan sejumlah kepala SMA dari Kabupaten Solok, Selasa (7/2).
Dia mengakui, Kabupaten Solok termasuk yang terlambat menyerahkan P3D ke pemerintah provinsi, namun mutasi kepala sekolah tidak hanya terjadi di daerah itu. Ada beberapa daerah lain yang juga mengambil kesempatan melakukan mutasi dalam tenggang waktu proses penyerahan P3D ke provinsi.
“Secara legalitas formal, kepala sekolah yang dimutasikan dengan SK Bupati atau Walikota sah namun yang mungkin tidak terpikirkan adalah dampak sesudah mutasi tersebut,” ujarnya.
Hidayat menerangkan, berdasarkan laporan yang diterima maupun yang terungkap dalam pertemuan dengan kepala SMA dari Kabupaten Solok, terjadi dualisme kepemimpinan di banyak sekolah. Kepala sekolah sebelumnya dan kepala sekolah hasil mutasi merasa sama-sama berhak menduduki jabatan itu.
“Yang paling mengkhawatirkan dari persoalan ini adalah muncul ancaman terhadap kesuksesan penyelenggaraan UN. Ada kepala sekolah yang membatalkan perjanjian dengan pihak lain dalam memenuhi kebutuhan komputer untuk fasilitas UNBK, sementara ada juga sekolah yang sangat minim peralatan komputer dan jaringan,” lanjutnya.
DPRD, tegas Hidayat, sudah mewanti-wanti agar tidak ada mutasi kepala sekolah, setidaknya sampai UNBK selesai. UN akan dilaksanakan pada April 2017 mendatang. Hal itu mengingat kepentingan mempersiapkan siswa dan sarana prasarana ujian adalah lebih penting daripada soal jabatan.
Dia berpendapat, persoalan itu tidak perlu terjadi apabila Dinas Pendidikan Provinsi mampu me-manage sekolah yang masuk dalam kewenangannya dengan baik. Dalam hal tersebut, dia mempertanyakan kemampuan kepala Disdik yang dia nilai tidak mampu.
“Kondisi ini sebetulnya bisa diatasi namun ternyata Kepala Dinas tidak mampu. Saya meragukan kompetensi Kadisdik Sumbar,” ungkapnya.
Hidayat menegaskan akan meminta gubernur turun tangan menangani persoalan ini. DPRD juga akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan untuk meminta penjelasan terkait persoalan tersebut. Kepada para kepala sekolah dia mengimbau untuk saling menahan diri, dan mendahulukan kepentingan siswa daripada mempersoalkan jabatan. (feb)