PADANG- Indek Harga Konsumen (IHK) Provinsi Sumatera Barat pada Februari 2022 mengalami inflasi sebesar 0,07 persen (month to month/ mtm). Di antara yang ikut memberikan andil terhadap inflasi tersebut adalah kenaikan tarif air minum PAM dan inflasi bahan bakar rumah tangga.
Merangkum siaran pers yang disampaikan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumatera Barat, Rabu (2/3/2022), berdasarkan berita resmi Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tersebut turun dibanding Januari 2022 yang mencapai 1,02 persen (mtm).
Dalam siaran pers yang disampaikan oleh Kepala KPw Bank Indonesia Sumatera Barat Wahyu Purnama A tersebut dijelaskan, IHK gabungan dua kota yaitu Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Kota Padang mengalami inflasi sebesar 0,09 persen (mtm). Lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi Januari 2022 yang sebesar 1,03 persen (mtm).
“Realisasi inflasi Kota Padang tercatat berada pada urutan ke-5 dari 6 kota yang mengalami inflasi di Sumatera, serta berada pada urutan ke-28 dari 37 kota yang mengalami inflasi secara nasional,” kara Wahyu.
Sementara itu, Kota Bukittinggi justru mengalami deflasi sebesar -0,09 persen (mtm), atau lebih rendah dibandingkan realisasi bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,95 persen (mtm). Realisasi deflasi Kota Bukittinggi tercatat berada pada urutan ke-16 dari 18 kota yang mengalami deflasi di Sumatera, serta berada pada urutan ke-39 dari 53 kota deflasi di Indonesia.
Wahyu menerangkan, Secara tahunan, inflasi Februari 2022 tercatat sebesar 2,77 persen year on year (yoy). Meningkat dibandingkan realisasi Januari 2022 yang sebesar 2,30 persen (yoy). Sementara itu, secara tahun berjalan (sampai Februari 2022), Sumatera Barat mengalami inflasi sebesar 1,10 persen year to date (ytd), sedikit lebih tinggi dibanding realisasi Januari 2022 yang inflasi sebesar 1,02 persen (ytd).
“Inflasi Sumatera Barat pada Februari 2022 terutama didorong oleh inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar lainnya dengan nilai inflasi mencapai 0,89 persen (mtm) dan andil inflasi 0,13 persen (mtm),” jelasnya.
Inflasi pada kelompok tersebut, lanjut Wahyu, bersumber dari inflasi pada pada komoditas tarif air minum PAM dan inflasi bahan bakar rumah tangga dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,07 persen dan 0,05 persen (mtm). Tarif air minum PAM mengalami kenaikan sejalan dengan peningkatan tarif PDAM di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Sumatera Barat. Kenaikan tarif air terutama disebabkan oleh penyesuaian tarif dasar penggunaan air minum yang tercatat belum pernah mengalami kenaikan sejak beberapa tahun terakhir.
Kemudian, bahan bakar rumah tangga mengalami kenaikan didorong oleh meningkatnya harga LPG non-subsidi secara rata-rata sebesar Rp1.600 – Rp2.600,- per kilogram (kg) sejak tanggal 25 Desember 2021. Pertamina mengeluarkan kebijakan kenaikan harga LPG non-subsidi seiring dengan kenaikan harga contract price aramco (CPA) sebagai acuan harga LPG.
Masih dalam siaran pers tersebut, kelompok penyediaan makanan dan minuman/ restoran mengalami inflasi sebesar 1,04 persen (mtm) dengan nilai andil inflasi 0,10 persen (mtm). Inflasi pada kelompok makanan dan minuman/restoran didorong oleh inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dengan nilai andil inflasi sebesar 0,04 persen (mtm). Kenaikan harga nasi dengan lauk didorong oleh peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga bahan pangan seperti cabai merah, serta sebagai akibat adanya kenaikan bahan bakar rumah tangga.
Di sisi lain, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menahan laju inflasi di Sumatera Barat pada Februari 2022. Realisasi deflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau tercatat sebesar -0,53 persen (mtm) dan andil -0,16 persen (mtm).
Sementara itu, kelompok lain yang turut mengalami deflasi yaitu kelompok transportasi dengan nilai deflasi -0,46 persen (mtm) dan andil -0,06 persen (mtm). Deflasi pada kelompok transportasi terutama bersumber dari penurunan tarif angkutan udara.
Wahyu menegaskan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Barat secara aktif melakukan berbagai langkah pengendalian inflasi daerah di Sumatera Barat dalam rangka menjaga inflasi yang rendah dan terkendali di tengah momentum pemulihan ekonomi. Pada awal tahun 2022 tercatat terjadi kenaikan harga komoditas minyak goreng akibat adanya keterbatasan pasokan dan dampak kenaikan harga CPO global. Dalam rangka menjaga kestabilan harga minyak goreng, TPID Provinsi Sumatera Barat berkoordinasi dengan TPID kabupaten/ kota dan stakeholders terkait untuk menjaga keterjangkauan harga dan kecukupan pasokan minyak goreng di Sumatera Barat melalui berbagai kegiatan. Kedepan, diharapkan sinergi dan koordinasi TPID provinsi, TPID kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan pemerintah pusat dapat terus ditingkatkan dalam rangka pengendalian inflasi daerah terutama di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. */Febry