JAKARTA – Kementerian Perindustrian mendorong percepatan pembangunan Aerospace Park atau sebuah kawasan industri kedirgantaraan yang terintegrasi dengan industri pendukung lainnya.
“Dalam Aerospace Park tersebut, diharapkan adaindustri pesawat udara, industri komponen, industri MRO, dan industri jasa penerbangan. Selain itujuga terdapat perguruan tinggi sebagai tempat pengembangan SDM kedirgantaraan,” kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto melalui siaran pers Kemenperin, Senin (5/12).
Menurut Panggah, keberadaan Aerospace Park yang terpadu akan memberikan dukungan optimal bagi maskapai domestik dalam meraih keselamatan penerbangan, ketepatan waktu, dan biaya perawatan yang efisien. Selanjutnya, kemudahan akses mendapatkan pasokan suku cadang, membuka lapangan kerja, serta potensi besar dalam mendatangkan devisa.
Sementara itu, Ketua Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Richard Budihadianto mengatakan, pihaknya telah mengusulkan dua lokasi pembangunan Aerospace Park di Indonesia, yakni Bintan, Kepulauan Riau dan Manado, Sulawesi Utara. Aerospace Park di Bintan untuk memenuhi kebutuhan di kawasan barat, sedangkan di Manado untuk kawasan timur. Aerospace Park Bintan ditargetkan beroperasi pada akhir 2018.
“Di Bintan runway-nya sudah dibangun. Tahun depan mudah-mudahan sudah diaspal dan diharapkan pengelola bisa menyelesaikan pada tahun 2018,” ujarnya.
Dia menambahkan, di Aerospace Park Bintan telah dilengkapi berbagai fasilitas pendukung industri penerbangan. Diantara kelengkapan itu adalah bengkel perawatan dan perbaikan pesawat, gudang penyimpanan suku cadang pesawat, pusat pelatihan, hingga sekolah kejuruan teknik penerbangan.
“Semua akan terintegrasi untuk dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pesawat yang beroperasi di dalam negeri,” tuturnya.
Indonesia akan memiliki beberapa keuntungan dengan memiliki pusat perawatan dan perbaikan pesawat di dalam negeri. Pertama, perusahaan penerbangan yang beroperasi di Indonesia akan didukung oleh perusahaan perawatan dan perbaikan pesawat atau Maintainance Repair and Overhaul (MRO) di dalam negeri.
Kedua, perusahaan penerbangan tidak perlu melakukan perawatan maupun perbaikan pesawat ke luar negeri, yang harganya sudah pasti lebih mahal jika dibandingkan melakukan perawatan di dalam negeri.
Selain itu, akan terjadi efisiensi, karena Aerospace Park memiliki seluruh layanan yang dibutuhkan pesawat yang beroperasi di Indonesia, seperti kemudahan suku cadang, logistik, hingga pusat penelitian dan pengembangan. Selanjutnya, jika Aerospace Park yang ada tersebut memiliki kapasitas akses untuk menawarkan layanan ke luar negeri, maka akan mendatangkan devisa bagi negara.
Mengenai Aerospace Park Manado, saat ini masih dalam tahap pengajuan dan diharapkan dapat diputuskan untuk menjadi pusat perawatan dan perbaikan pesawat oleh pemerintah. Pengembangan kawasan terpadu industri penerbangan di Manado juga dilakukan untuk mendukung industri penerbangan di kawasan timur Indonesia dan menangkap peluang pasar dari utara. (feb/*)