JAKARTA – Kementerian Perindustrian bersama asosiasi industri penerbangan akan terus berupaya meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia (SDM) di bidang perawatan dan perbaikan pesawat atau maintenance, repair, and overhaul (MRO). 15 tahun ke depan, Indonesia diperkirakan membutuhkan sebanyak 12-15 ribu tenaga ahli MRO.
“Saat ini, sekolah-sekolah teknisi penerbangan di Indonesia hanya menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 1.000 orang per tahun,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan dalam siaran pers Kemenperin, Senin (5/12).
Sebelumnya, Putu Suryawirawan telah mendampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bertemu dengan Ketua Dewan Pimpinan Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA) Richard Budihadianto di Jakarta, Jumat (2/12).
Menurut Putu, Kemenperin akan memfasilitasi peningkatan kompetensi SDM kedirgantaraan nasional melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan pelaku industri untuk melaksanakan pendidikan kejuruan yang memenuhi standar nasional maupun international.
“Ke depannya, kami akan aktif terlibat di dalam kegiatan pendidikan vokasi untuk mendorong pengembangan industri penerbangan Indonesia khususnya di sektor MRO,” tuturnya.
Upaya peningkatan SDM tersebut, seiring dengan potensi bisnis industri MRO di Indonesia yang saat ini mencapai USD 920 juta dan akan naik menjadi USD 2 miliar dalam empat tahun kedepan.
“Sejak peraturan pemerintah tentang industri jasa penerbangan di Indonesia mulai dilonggarkan pada tahun 2000, pertumbuhan jasa penerbangan melonjak tajam dalam satu dekade terakhir,” ungkapnya.
Dalam pertemuan dengan Ketua DP IAMSA Richard Budihadianto, Menperin Airlangga mengatakan, industri penerbangan dalam negeri terus berkembang dan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini diindikasikan dengan kenaikan jumlah lalu lintas udara, baik penumpang maupun untuk arus barang.
“Pertumbuhan jumlah penumpang udara domestik meningkat rata-rata 15 persen per tahun selama 10 tahun terakhir, sedangkan jumlah penumpang udara internasional naik sekitar delapan persen dan Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di Asia dalam pembelian pesawat udara setelah China dan India,” paparnya.
Sementara itu, Richard menyampaikan, kemajuan bisnis MRO perlu didukung dengan ketersediaan SDM yang andal dan kompeten melalui kerja sama dengan institusi pendidikan seperti politeknik dan universitas melalui program beasiswa atau pinjaman dana pendidikan.
“Selain itu juga membangun sarana yang cukup untuk menampung tenaga ahli yang dididik sesuai dengan kompetensi menjadi teknisi pesawat yang andal,” ungkapnya.
Richard menambahkan, pihaknya membutuhkan sebanyak 1.000 lulusan teknisi perawatan pesawat setiap tahun. Dia menyarankan, untuk menghadapi persaingan secara internasional, teknisi Indonesia setidaknya lulusan Diploma 3 (D3).
Richard menilai, lulusan D3 akan lebih mudah menyerap pelatihan yang diberikan oleh perusahaan penerbangan yang menggunakan teknologi tinggi. Lulusan SMK bidang penerbangan hendaknya melanjutkan sekolah hingga D3 agar dapat menjadi tenaga kerja yang mampu bersaing di dunia penerbangan internasional.
IAMSA akan bersinergi dengan Kemenperin untuk pembangunan unit pendidikan maupun penyediaan tenaga pengajar ahli di bidang perawatan pesawat. Selain itu, dilakukan juga kerja sama dengan industri yang akan menampung para lulusan agar dapat langsung terserap kerja. (feb/*)
Komentar